Opini Olahraga: Kenapa Kabupaten Selalu Mundur Jadi Tuan Rumah PORPROV Lampung

Oleh : Edi Purwanto, Wartawan Olahraga

 ---- PEKAN Olahraga Provinsi, Porprov, seyogyanya menjadi salah satu tolok ukuran hasil pembinaan olahraga di Kabupaten dan kota di seluruh provinsi.

Dan seyogyanya pula, Porprov menjadi kebanggaan atlet-atlet dan bahkan pembina-pembina olahraga setingkat kabupaten dan kota, karena ini yang akan memberikan bukti kerja mereka selama empat tahun latihan dan menjalankan program latihannya.

Porprov juga akan menjadi ajang kompetisi empat tahunan yang diperuntukkan bagi atlet-atlet debutan daerah dan cabang olahraga masing-masing yang akan diproyeksikan pada level yang lebih tinggi yakni Pekan Olahraga Nasional (PON).

Namun sebelum itu harus pula dilihat dari level bawahnya, yakni Pekan Olahraga Kabupaten (Porkab) dan Pekan Olahraga Kota (Porkot).

Karena, Porprov itu adalah ujung dari pembinaan atlet di daerah-daerah yang disaring juga dengan event selevel dibawahnya yakni Porkab dan Porkot.

Sedangkan level paling rendah dalam rangkaian pembinaan olahraga itu ada di kecamatan, dengan even rutin yang dinamakan Pekan olahraga kecamatan (Porcam).

Dari level ke level berikutnya tentu harus ada kesinambungan pembinaan yang tercatat dan terdokumentasikan dengan baik, serta yang paling penting adalah spotivitas tinggi.

Sebab tidak jarang terjadi di suatu daerah, atlet yang lolos Porkot atau Porkab, malah tidak dikirim ke Porprov, dengan berbagai alasan klasik terkait like and dislike atau sistem kekeluargaan di sementara para pembina di daerah. Ini tidak jarang terjadi, bahkan sering terjadi.

Siapa yang dirugikan? Ya tidak lain adalah atletnya sendiri, karena sudah “dibunuh” saat sedang akan berkembang. Ini salah satu sebab yang sering tidak disadari oleh para pembina olahraga di daerah.

Melihat potensi atlet dari rasa suka dan tidak suka.

Bahkan ini juga sering terjadi di tingkat provinsi. Banyak atlet yang berbakat dan menunjukkan prestasi di proprov, tapi justru tidak dikirim ke Pra PON atau Kejurnas misalnya. Ini penyakit lama.

Pembina dan pelatih harus sadar namanya sportivitas dengan sesungguhnya. Please.

Tidak ada gunanya para pelatih bersusah payah melatih setiap hari kalau masih mengedepankan rasa, bukan realita. Rasa itu besar pengaruhnya menuju penilaian yang subyektif. Tetapi kalau mengembangkan rasa dalam kapasitas menuju realita, maka hasilnya akan lebih dahsyat.

Nah itu sedikit masalah klasik yang sampai sekarang masih sering terjadi.

Kembali pada kenapa beberapa daerah selalu lempar handuk disaat terakhir menjelang pelaksanaan Porprov Lampung.

Sejak 2014, sudah ada 3 kabupaten yang lempar handuk setelah sebelumnya menyatakan bersedia menjadi tuan rumah Porprov. Pertama ada Lampung Barat, Lampung Utara dan terakhir adalah Pringsewu.

Tahun 2014, dari Lampung Barat akhirnya berpindah ke Lampung Selatan, tahun 2017. Yang sebelumnya Lampung Utara bersedia, akhirnya kibarkan bendera putih dan akhirnya KONI Provinsi Lampung yang menjadi hostnya pada detik-detik akhir.

Lalu ini terakhir Pringsewu yang sudah melakukan berbagai persiapan dan pendekatan ke beberapa pihak terkait Porprov, bahkan sudah bertemu dengan Bupati dan DPRD Pringsewu, yang secara dukungan sudah mendapatkan dukungan.

Tapi kenapa akhirnya juga lempar handuk? Dan akhirnya KONI Provinsi Lampung kembali mengambil peran sebagai host untuk tahun 2022 nanti.

Apa masalahnya?

Jawabanya Anggaran. Tidak pernah ada prediksi pasti anggaran Porprov ini menghabiskan berapa rupiah. Ini persoalan yang tidak bakal selesai sepanjang masa.

Menurut saya, ada baiknya KONI provinsi Lampung segera membuat rule model anggaran baku Porprov. Artinya, KONI Lampung harus merumuskan berapa sebenarnya biaya yang harus dikeluarkan di setiap Porprov.

Rasanya tidak sulit untuk bisa merumuskan ini. Langkah pertama yang harus dibahas adalah tentang Cabang Olahraga. Tentu pembahasannya bersama Pengprov cabang olahraga tertentu.

Tentu ini juga dibagi menjadi beberapa kategori yakni olahraga pemainan seperti Sepakbola, Bolavoli, Bulutangkis dan Bola Basket. Lalu olahraga Beladiri seperti Pencaksilat, Karate, Gulat, Judo, dan semacamnya.

Saya contohkan satu cabang olahraga Beladiri Pencaksilat saja. Dari cabang olahraga ini, biaya apa saja yang akan timbul. Honor Wasit dan Juri, panitia Pelaksana, Peralatan, Jumlah Medali, dan sebagainya.

Untuk rule model anggaran Beladiri bisa terwakili dengan Pencaksilat, yang membedakan tinggal berapa kelas yang dipertandingkan, karena akan mempengaruhi besarnya honor wasit dan juri.

Kemudian untuk olahraga permainan dengan contoh Sepakbola misalnya. Sangat mudah menghitung anggaran pelaksanaan sepakbola dengan peserta 14 kabupaten dan kota.

Mulai dari honor wasit dan seluruh perangkat pertandingan hingga keperluan perawatan lapangan dan konsumsi pertandingan.

Setelah itu tinggal disusun satu persatu cabang olahraga yang dipertandingkan. Apa susahnya.

Akan ketemu hitungan berapa rupiah biaya pelaksanaan pertandingan di seluruh cabang yang dipertandingkan selama Porprov.

Ini bisa menjadi pakem biaya yang harus dianggarkan oleh KONI Lampung setiap empat tahun sekali, yang juga menjadi anggaran subsidi yang diberikan kepada kabupaten dan kota calon tuan rumah.

Maka dari itu ada kejelasan bagi calon tuan rumah, berapa besar anggaran yang harus mereka tanggung untuk penyelenggaraan Porprov di daerahnya.

Tentu anggaran yang diperlukan adalah biaya di luar biaya pertandingan, yakni seperti Upacara pembukaan dan penutupan, makan dan minum, transportasi lokal, perbaikan-perbaikan venue pertandingan, sewa-sewa beberapa hal yang diperlukan, promosi dan lain-lain.

Pemerintah daerah bisa saja menggandeng perusahaan-perusahaan lokal atau brand-brand nasional yang kuat untuk daerah tersebut.

Ini diperlukan kreativitas dan keberanian dalam berinovasi. Bukan sekedar menadahkan tangan pada anggaran yang ada saja, maka tidak akan sampai pada keinginan untuk menjadi tuan rumah.

Nah lalu apalagi yang sekarang Anda semua risaukan. Kalau dalam rapat selalu ada kalimat, “Bukan kami tidak sanggup,.......”.

Lalu kenapa mengundurkan diri dari tuan rumah?

Dus, ini tugas semua unsur yakni KONI Provinsi Lampung, Pengprov Cabang Olahraga dan seluruh KONI Daerah untuk membahasnya bareng-bareng.

Jadi jangan mempersulit hal yang mudah, dan jangan menggampangkan hal yang sulit. Dua duanya menjadi biang masalah.

Mari bisa berfikir untuk bersama-sama, bukan berfikir bersama-sama dapet berapa. (*)