Matinya Hak Asasi di masa Pandemi COVID-19

Oleh: Muhammad Rafli Lubis

MELIHAT kondisi akibat pandemi COVID-19 semua aspek-aspek kegiatan mulai dihentikan. Masyarakat yang pada umumnya melakukan aktivitas diluar harus bersabar menahan ego mereka agar dapat memutus rantai penyebaranCOVID-19 ini.

Namun, keadaan seperti ini dapat dirasa bahwa hak setiap individu mulai dibatasi tanpa adanya sebuah solusi yang merata. Terkadang sebagian kelompok masih  bertindak untuk menguntungkan diri mereka sendiri di masa pandemi ini.

Melihat dari apa yang telah dicantumkan oleh UDHR (Universal Declaration Of Human Rights)  bahwa setiap individu memiliki sebuah keistimewaan dalam bernegara dengan undang-undang dan hukum yang berlaku, namun pada kenyataannya hal tersebut hanya sebatas halusinasi yang tidak terealisasikan dan hanya sebagai pemahaman yang abu-abu, karena hak individu yang dicapai tidak merata sesuai dengan syarat dan ketentuan yang berlaku.

Hak asasi manusia merupakan sebuah bentuk perlindungan atas negara dengan masyarakatnya yang meliputi hak-hak kelayakan hidup yang dibawa sejak lahirnya seseorang.

Namun pada kenyataannya hak asasi sendiri ketika dipahami secara mendalam, tidak hanya melindungi individu saja, melainkan dipecah menjadi beberapa bagian agar memiliki hak yang sama dengan individu-individu lainnya.

Contohnya saja dalam undang-undang, untuk memahami hak asasi tidak memandang seseorang dari latar belakang mereka, baik kaya maupun miskin. Tetapi di masa seperti ini hak itu tanpa kita sadari mulai “dimatikan”.

Dapat kita lihat dari masyarakat sebagian mendapatkan subsidi benar adanya tetapi dibebankan sebagiannya lagi ke masyarakat yang tidak mendapatkan subsidi.

Tagihan melonjak mencekik masyarakat

WFH mulai diberlakukan membuat semua aktivitas yang dikerjakan melalui tatap muka harus dilakukan secara virtual, dimana kegiatan tersebut membuat tagihan bulanan mulai melonjak.Apalagi pemerintah sudah memberikan anggaran subsidi energi sebesar Rp124, 873 Triliun untuk masyarakat yang terdampak.

Dapat dilihatpara pekerja buruh masih simpang siur mengenai pendapatan mereka untuk keluarganyasedangkan hal ini tidak sejalan dengan naiknya sebuah tagihan bulanan seperti kenaikan listrik non-subsidi.

Berdasarkan teori HAM bahwa setiap orang memiliki hak yang merata dan memiliki hak yang sama, namun melihat kasus subsidi ini, sebagian masyarakat merasa haknya terbebani dan tidak adil, walaupun sebagian masyarakat hak tersebut sudah terpenuhi.

Sebelum adanya pandemi COVID-19 semua masih berjalan baik dan tagihan yang diterima masih normal,tetapi setelah berlakunya subsidi bagi sebagian masyarakat menyebabkanadanya pelanggaran hak asasi dalam menerima aliran listrik. Apalagi dimasa pandemi seperti ini sulitnya untuk menormalkan kembali perekonomian rumah tangga yang pendapatannya kurang jelas.

Dimasa pandemi COVID-19 di Indonesia, dikutip dari Kompas.com Senin (08/06/2020) manajemen PLN Bob Saril mengatakan bawatidak adakenaikan tarif PLN, tetapi pada bulan April dan Mei tagihan listrik hanya dilihat menggunakan rata-rata penggunaan bulan sebelumnya sehingga mengalami sebuah lonjakan lebih dari 20%.

Dengan meningkatnya tagihan ekonomi rumah tangga membuat masyarakat tidak bisa berdiam diri dirumah sajawalaupun terdapat berbagai peraturan yang diterapkan oleh pemerintah seperti PSBB.

Oleh karena itu, pada masa pandemi COVID-19ini, masyarakat juga akan berpikir hal yang sama dengan pemerintah dengan melonggarkan PSBB dan membuat kebijakan baru “New Normal” yang mementingkan ekonomi dahulu baru kesehatan. Dengan kebijakan tersebut membuat masyarakat menjadi tidak begitu peduli dengan kesehatan karena yang terpenting adalah memenuhi perekonomian rumah tangga dahulu.

Selanjutnya, tidak meratanya harga dalam penyelenggaraan rapid test Covid-19, dimana harga test di setiap daerah berbeda-beda yaitu berkisar 250-700 ribu rupiah. Lagi dan lagi hak untuk mendapatkan fasilitas kesehatan dihambat dengan harga yang terbilang masih sangat mahal dalam menangani permasalahan COVID-19.

Hal Yang Seharusnya Dilakukan Pemerintah

Menurut saya,  upaya pemerintah dalam masa pandemi ini dilihat dari jumlah pasien positif dan ODP yang selalu bertambah di setiap harinyaadalah dengan memberikan subsidi tanpa harus memberatkan sebagian masyarakat.

Ketika pemerintah ingin memberikan bantuan berupa subsidi untuk membantu masyarakatnya yang kurang mampu, seharusnya benar-benar dilakukan dengan penuh tanpa harus membebankan sebagian kelompok yang tidak mendapatkan haknya yang dirasa mampu.

Selain itu, dalam memberikan fasilitas kesehatan seharusnya pemerintah memberikan kebijakan untuk menyamaratakan harga rapid test terhadap masyarakat. Hal ini wajib  dilakukan agar masyarakat semakin mudah untuk mengetahui dirinya terbebas dari COVID-19atau tidak.

Dalam memenuhi setiap haknya masyarakat harus dibantu dengan peran pemerintah. Ketika hak yang diterima oleh masyarakat sama berdasarkan status sosial dan ekonomi, maka negara dikatakan berhasil dalam memberikan hak asasi rakyatnya di masa pandemi ini.

Selain itu pemerintah harus berkaca melihat upaya dari negara-negara tetangga dalam memakmurkan masyarakatnya untuk memenuhi haknya akibat penggunaan listrik yang berlebih dimasa pandemi COVID-19 yang mengharuskan penggunaan listrik yang berlebih. (***)

Muhammad Rafli Lubis adalah Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Islam Indonesia

Tags