Ken Setiawan: Apakah NII Saat Ini Vakum Dan Tidak Layak Ditakuti
DL|Bandarlampung|Humaniora|27102024
---- Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT)
menggelar kegiatan Penguatan Kapasitas dan Kompetensi Personil TNI, Polri dan
Instansi Terkait dalam Mendukung Penanggulangan Terorisme yang diselenggarakan
di Swiss Bell lampung, Rabu 23 Oktober 2024.
Hadir dalam kegiatan ini Kapolda Lampung berserta jajaran
pejabat utama, Kepala Bakesbangpol Provinsi Lampung, Danrem Garuda Hitam,
Danlanal, Kabinda Lampung dan MUI Lampung.
Direktur Pembinaan Kemampuan pada Deputi Penindakan dan
Pembinaan Kemampuan BNPT, Brigjen Pol. Wawan Ridwan, S.I.K., M.H., saat membuka
acara mengatakan, kegiatan ini dilaksanakan dalam rangka meningkatkan
kesiapsiagaan dan koordinasi antar pemangku kepentingan dalam penanggulangan
terorisme di Provinsi Lampung.
Dikatakannya berdasarkan laporan Global Terorism Index
2023, Indonesia berada diurutan ke-24 dari 163 negara, jika mendekati angka
terkecil berarti dampak resiko terorisme lebih besar.
Data BNPT pada tahun 2018 ada 19 aksi serangan dan
penangkapan terduga teroris berjumlah 396 orang, tahun 2019 ada 11 aksi dan 297
penangkapan, tahun 2020 ada 11 aksi dan 242 penangkapan, tahun 2021 ada 6 aksi
dan 345 penangkapan serta tahun 2022 ada 2 aksi dan 247 penangkapan.
Historis NII
BNPT juga menghadirkan Pendiri NII Crisis Center yang juga mantan aktivis gerakan NII yaitu Ken
Setiawan untuk memaparkan perkembangan jaringan paham radikalisme dan terorisme
di Provinsi Lampung.
Menurut Ken, secara historis, NII merupakan kelompok
pemberontak yang mempolitisasi agama untuk kepentingan politik kekuasaan.
Gerakan yang dimotori oleh Kartosuwiryo memiliki impian menegakkan negara
Islam.
Gerakan perlawanan terhadap negara yang baru merdeka
dimulai sejak tahun 1949 yang mencapai puncaknya pada tahun 1962.
“Secara organisasi, NII dilumpuhkan, tetapi secara
ideologi terus bergentayangan membentuk faksi-faksi baru, termasuk Lampung
menjadi salah satu basis perekrutan dan pelatihan. Secara ideologi, gerakan NII tetap hidup dan
mengilhami beberapa aktivis dan anggotanya untuk melompat ke arah yang lebih
ekstrem dalam gerakan dan organisasi teroris seperti Al-Qaeda dan ISIS. Tidak
salah jika dikatakan bahwa ibu kandung terorisme di Indonesia adalah NII.” ujar
Ken.
Jamaah Islamiyah, lanjut Ken, yang telah tercantum dalam
daftar terduga teroris dan organisasi teroris (DTTOT) merupakan anak turunan
dari NII yang didirikan oleh Abdullah Sungkar dan Abu Bakar Baasyir. Lahirnya
JI merupakan ketidakpuasaan terhadap gerakan NII yang hanya bersifat lokal.
“JI membuka peluang untuk berjejaring secara gerakan yang
lebih luas. JI kemudian berafiliasi secara global dengan Al-Qaeda memainkan
peran cukup penting dalam rentetan aksi teror di Indonesia di awal tahun
2000an.” Tambah Ken.
JI yang kemudian menjadi Majelis Mujahidin Indonesia
(MMI) terpecah dan berdiaspora dengan membentuk jaringan teror di Indonesia
seperti Jamaah Ansharut Tauhid (JAT), Mujahidin Indonesia Barat (MIB),
Mujahidin Indonesia Timur (MIT), Jamaah Ansharut Daulah (JAD) dan Jamaah
Ansharut Khilafah (JAK).
NII Vakum
Pada Maret 2022 Densus 88 AT Polri menangkap 16 anggota
NII di Sumatera Barat. Pada 16 Desember yang lalu 3 anggota NII juga ditangkap
di Banten. Sepanjang tahun 2023, Densus telah mengamankan 142 tersangka
terorisme dan 5 di antaranya adalah anggota jaringan NII.
“Jika dibandingkan tahun 2022, ada 247 yang diamankan
dengan 28 orang adalah anggota NII.
Melihat sebaran itu, NII sejatinya bukan hanya induk,
tetapi juga masih eksis membangun jaringan, penguatan kaderisasi, pendanaan dan
pelatihan untuk memperkuat organisasinya seperti organisasi teror lainnya.”
Terang Ken Setiawan.
Bagi NII, lanjutnya, doktrin yang diterapkan bahwa NKRI
telah lama menjajah NII. Karena itulah, membutuhkan gerakan dan kader untuk
melawan dan merubah ideologi dan sistem negara ini.
Proses pererkutan dan kaderisasi NII tidak hanya menyasar
orang dewasa, tetapi juga anak-anak. Kabar yang pernah menghebohkan, misalnya,
tahun 2021 sebanyak 59 anak dibaiat oleh NII yang digelar di sebuah masjid di
Garut.
“Di Sumbar menurut data kepolisian ada sekitar 1.257
anggota NII dan 400 orang merupakan anggota aktif. Dari jumlah itu 77 orang
anak-anak di bawah usia 17 tahun yang dicuci otak dan berbaiat kepada NII.”
Tambahnya.
NII adalah sel tidur terorisme yang terus bergerak aktif
di bawah tanah dengan menyiapkan amunisi gerakan yang besar pada waktunya.
Dalam perjalanannya, memang masih ada yang konsisten
dalam gerakan NII, tetapi juga ada yang tidak puas dengan melompat dalam jaringan
teror yang lebih luas.
Namun, secara akar pemikiran, NII merupakan ideologi yang
memberikan landasan kuat bagi gerakan teror di Indonesia. (tim)
Comments