Sindir Fenomena Pelajar Merokok, Tegas Putra Jaya Umar Tekankan Pancasila Sejak Dini
DL|Tulangbawang|Politik|27102025
---- Berawal dari keprihatinan di tengah derasnya
perubahan pola perilaku pelajar akibat gempuran budaya digital, Anggota DPRD
Provinsi Lampung Putra Jaya Umar memilih untuk tidak hanya bicara dari podium
gedung dewan.
Namun Ia turun langsung ke ruang kelas, menggelar
Sosialisasi Pembinaan Ideologi Pancasila dan Wawasan Kebangsaan di SMA IT Budi
Luhur Ponpes Al-Huda, Kampung Kekatung, Dente Teladas, Tulangbawang, 26 Oktober
2025.
Politisi Partai Golkar ini menekankan satu garis bawah
pembinaan ideologi dan adab tidak bisa menunggu anak tumbuh besar baru diajari,
karena pembusukan karakter juga tidak menunggu dewasa untuk mulai terjadi.
“Bangsa ini bukan tidak kenal Pancasila, tetapi tanpa
diulas dan dihidupkan kembali, nilainya pelan-pelan menguap dari perilaku. Kalau
tidak ada Pancasila, tidak ada yang saling mengenal satu sama lain,” timpalnya.
Ia menyebut sekolah dan pesantren sebagai “ruang hulu
pembentukan manusia”, bukan sekadar ruang akademik.
Menurutnya, di titik inilah negara harus hadir sebelum
karakter rusak terlalu dalam. Putra Jaya menyinggung fenomena viral di Banten,
ketika pelajar SMA Negeri terekam merokok di lingkungan sekolah tanpa merasa
malu atau salah.
“Itu bukan sekadar pelanggaran disiplin, itu bukti
hilangnya rem moral. Nilai dasar mereka kosong,” ujarnya.
Baginya, kasus-kasus seperti itu terjadi bukan karena
anak tidak tahu aturan, melainkan karena nilai Pancasila tidak pernah
dipraktikkan sebagai perilaku, hanya dihafal sebagai teks buku.
Ia menegaskan, pembinaan dini adalah bentuk pencegahan,
bukan pemadam kebakaran setelah terjadi.
Dalam sesi berlangsung lebih dari dua jam itu, Putra Jaya
mendorong peserta untuk tidak berhenti pada memahami rumusan sila, tetapi
menurunkannya menjadi etika sehari-hari adab kepada guru, sopan pada sesama,
menghormati perbedaan, serta menahan diri dari perilaku destruktif sekalipun
tidak ada yang mengawasi. (tim)
“Ideologi itu bukan hafalan, tapi kebiasaan,” tegasnya.
Interaksi tercatat antusias; santri, siswa dan pengurus
yayasan aktif bertanya dan berdialog.
Menurut Putra Jaya, respons ini menunjukkan ruang
ideologi tidak pernah basi, yang basi adalah cara menyampaikannya.
“Ketika kita datang langsung, bukan lewat poster dan
seminar formal, ruang ideologi kembali hidup,” pungkasnya. (TIM)





Comments