Karena VAR Mental Pemain Runtuh, Sebab Utama Pasukan Garuda Dari Uzbekistan

DL/Bandarlampung/Sport/29042024
----- Ini belum selesai perjuangan garuda muda Timnas
U-23 di Piala Asia. Kekalahan dari Uzbekistan memang sulit dihindari, karena
memang lawan tampaknya harus diakui ada di satu strip diatas pemain-mepain
Indonesia.
Uzbekistan layak melangkah ke final dengan kemenangan 2-0
atas garuda muda Indonesia U-23 dalam semifinal Piala Asia 2024 di Qatar, Senin
29 April 2024.
Bermain di Stadion Abdullah bin Khalifa Qatar, sebelumnya
tim Nasional Indonesia menang moril dengan dukungan 90 persen penonton yang
hadir di stadion tersebut, dengan memerahkan seantero stadion kebanggaan Qatar
itu.
Menyaksikan lewat siaran langsung di televise, permainan
dua tim yang merupakan semifinalis ini awalnya memang cukup berimbang, meskipun
secara statistik babak pertama Uzbekistan menguasai 58 persen permainan dan
Indonesia 42 persen.
Yang perlu segera dievaluasi adalah mental anak-anak muda
Indonesia ini termasuk juga para diaspora yang menjadi tulang punggung timnas.
Beberapa faktor yang menyebabkan kekalahan Indonesia atas
Uzbekistan adalah:
Runtuhnya Mental
Rizki Ridho dan kawan-kawan awalnya sangat percaya diri
dan membuktikan bisa mengimbangi Uzbekistan selama 45 menit pertama, dengan
menahannya 0-0.
Namun ketika babak kedua dimulai, Indonesia bermain lebih
bagus bahkan bahkan Indonesia memiliki peluang untuk mencetak gol beberapa kali
namun akurasi tendangan anak-anak Indonesia belum menemui sasaran.
Satu Gol Indonesia yang dicetak oleh Ferrari pada sekitar
menit 60, dan kemudian dianulir oleh VAR (video
assistant referee) ini telah meruntuhkan mental seluruh pemain Indonesia
tak terkecuali para pemain Diaspora.
Sejak gol yang dianulir wasit tersebut, maka permainan
Indonesia berubah total, apalagi justru setelah Indonesia kemasukan dari
Uzbekistan 8 menit setelah gol yang dianulir itu, maka sudah tampak mental
anak-anak garuda muda runtuh.
Terpancing Emosi
Belum lagi pancingan bermain keras dari Uzbekistan ini
berhasil menarik minat Witan Sulaeman cs untuk meladeninya. Sehungga wasit
mengeluarkan 3 kartu kuning untuk Indonesia dan 2 untuk Uzbekistan.
Emosi pemain membuat seluruh organisasi permain Indonesia
buyar dan hilang kepercayaan diri, sehinga sangat sering kehilangan bola saat
berhadapan satu lawan satu dengan pemain Uzbekistan.
Ditambah lagi wasit Shen Yae-Ho yang kelihatan sekali
sangat tegas kepada Indonesia, selalu memberikan keputusan yang tampak menekan
anak-anak garuda.
Emosi pemain ini memberikan efek negatif kepada tim.
Tidak Merubah Pola
Pola mengalirkan bola dari belakang melalui penjaga
gawang dan dua pemain belakang, biasanya antara Ernando, Rizki Ridho dan Justin
Hubner di dalam kotak penalty masih bisa berjalan saat melawan Korea Selatan.
Namun melawan Uzbektistan beberapa kali cara mengalirkan
bola dari belakang ini sia-sia. Dan akhirnya bola dari Ernando atau Hubner ini
banyak mengarah ke pemain lawan. Ini karena pelatih Uzbek, menginstruksikan
anak asuhnya menekan Indonesia sejak dari pangkal serangan yang biasa
dilakukan, yakni dari dalam kotak pelanti Indonesia.
Sayangnya pola ini tidak diubah oleh anak-anak Indonesia,
dan menjadi mubazir di beberapa kesempatan di tekan oleh lawan sejak di kotak penalty.
Kalah Kelas - Kalah
Cepat
Harus diakui bahwa kecepatan pemain Indonesia masih
sedikit dibawah kemampuan anak-anak Uzbekistan yang memang memiliki kecepatan
dan power yang lebih kuat dalam adu bodi.
Harus diakui bahwa dalam halmini Indonesia kalah kelas.
Apalagi jika dalam kecepatan berlari sambal melepaskan operan silang atau
lurus, pemain Uzbek masih sangat akurat. Sementara Nathan cs lebih banyak
memberikan bola tanggung, karena tekanan lawan saat menggiring bola.
High pressure
yang diterapkan pasukan Timur Kapadze
berhasil dengan baik. Ini juga diakui Kapadze, bahwa sejauh ini semua
strategi permainan mereka berjalan dengan baik.
Dari seluruh pertandingan Indonesia di Piala Asia ini,
tekanan yang paling keras adalah dari Uzbek yang spartan sepanjang
pertandingan.
Marselino Ferdinan, Witan Sulaeman, Ivan Jenner dan
Nathan Tjoe A On, tidak diberi ruang sedikitpun untuk bisa mengolah bola lebih
lama, langsung di pressing ketat sehingga bola tidak bisa mengalir sesuai
dengan keinginan Indonesia.
Ada sedikitnya lima kali serangan Uzbek membentur tiang
dan mistar gawang Indonesia. Ini membuktikan betapa tekanan yang dilakukan oleh
Uzbekistan benar-benar menekan mental anak-anak Indonesia.
Terlihat secara perbandingan sepanjang 90 menit,
penguasaan bola banyak ada pada Uzbekistan 62 persen dan Indonesia 38 persen,
kemudian kesempatan mencetak gol juga sangat jauh dalam hitungan tendangan
kearah gawang 4 berbanding 0.
Sementara peluang terjadi dari serangan tercatat 28 dari
Uzbekistan yang lima diantaranya menerpa gawang, sementara Indonesia memiliki 4
peluang, yang salah satunya gol yang dianulir. Tendangan sudut 10 berbanding 2.
Namun dalam catatan passing akurasi Indonesia masih
tergolong baik dengan 70 persen yang akurat.
Kembali Dikalahkan
VAR
Dalam situasi tertinggal 0-1, Indonesia harus kehilangan
kapten tim Rizki Ridho yang mendapatkan kartu merah pada menit 84, Indonesia
terus dikurung oleh pasukan Timur Kapadze.
Hasilnya dalam serangan bergelombang itu kembali tercipta
satu gol bunuh diri dari Arhan Pratama, yang sedianya menhalau bola, namun
karena tekanan lawan, justru bolanya masuk ke gawang sendiri di menit 86.
Peran wasit VAR asal Thailand Sivakorn Pu-Udom, juga
memberikan andil atas runtuhnya mental anak-anak Indonesia.
Pertama terkait gol yang dianulir juga peran dari wasit
VAR, kemudian kartu merah Ridho juga dari wasit VAR. Dianulirnya tendangan
bebas di sudut kotak penalty Uzbekistan dimana Witan Sulaeman dilanggar juga
dari VAR.
Padahal wasit
lapangan asal China sudah menunjuk titik untuk tendangan bebas bagi
Indonesia. Dan akhirnya dibatalkan. Mungkin khawatir juga, Indonesia akan
membuat gol dari titik ini.
Namun beberapa ganjalan keras kepada Arhan Pratama, kemudian gol bunuh diri
dari Arhan yang ditekan pemain lawan, tidak ada sama sekali perintah wasit VAR
untuk kepada wasit tengah untuk mengecek VAR.
Meski bukan bermaksud tidak menerima kekalahan seperti itu,
namun ada sedikit kekhawatiran bahwa Indonesia terus mendapatkan “serangan”
dari wasit-wasit Thailand yang bertugas saat Indonesai bertanding.
Ini mengingatkan kepada kita kepada wasit VAR asal
Thailand yang bertugas di pertandingan perdana Indonesia melawan tuan rumah Qatar
yang merekomendasikan kartu merah untuk dua pemain Indonesia, Ramadhan Sananta
dan Ivan Jenner.
Namun demikian kesempatan Indonesia masih ada dua
pertandingan untuk melaju ke Olimpiade Paris 2024.
Yang pertama melawa Turki di perebutan juara tiga Piala
Asia U-23 ini, atau jika kalah, maka masih ada pertemuan play-off melawan wakil Afrika, Guinea.
Jadi ini juga belum akhir dari perjuangan
anak-anak Indonesia. Kepakkan lagi sayap kalian Garuda Muda, masih ada dua
mangsa di hadapan kalian. Tetapi satu saja cukup untuk mangsa kalian, yakni
Irak. (don)
Comments