Menolak Lupa, Hati-hati Terulang Kasus Lampung Half Marathon Sebelumnya
BANDARLAMPUNG --- Fenomena hobi lari yang menggejala menjadi
sebuah life style di Indonesia
tampaknya akan terus bertahan di tengah masyarakat, karena faktor gaya hidup
generasi modern yang gemar hanging out
dengan berolahraga terutama lari.
Komunitas ini ternyata juga mencari hegemoni dimana saja
yang mengadakan event lari, demi memenuhi hasrat berekreasi dengan berlari
meski tidak berharap hadiah, karena memang kemampuannya tidak memenuhi standard.
Kelompok lain juga ada yang berada pada posisi sebaga
pemburu hadiah saja. Tak peduli lainnya yang penting daftar dan ikut lari,
juara.
Namun ketahuilah dan kita tidak boleh lupa soal ini.
Meskipun, “katanya” tidak ada persoalan dalam event kala itu tertutup oleh
gebyar acara yang dibuat sedemikian rupa berjalan dengan “egois” dan telah
mengorbankan beberapa juara yang seharusnya “sah”.
Ini bukan membuka aib, tetapi kenyataan yang diabaikan
oleh kita semua, dan malah dianggap ini sebuah sukses yang tanpa cacat.
Jiaahhh.
Catatan Buruk
Beberapa catatan buruk Kawan Lari dalam penyelenggaraan even lari patut menjadi catatan
serius, karena contoh konkritnya sudah ada.
Saya rasa ini tidak boleh diulangi, apalagi Lampung kok
seperti tidak mengenal PASI – Persatuan Atletik Seluruh Indonesia. Sebagai
induk olahraga atletik yang salah satunya lari.
Oke lah. Ini fun
games, yang biayanya sangat mahal. Tapi untuk prestasi, No. Dan juga untuk
prestasi yang seperti apa? Aturan saja tidak jelas kok pakai ukuran prestasi.
Coba simak beberapa catatan buruk penyelenggaranya
berikut ini.
Salah satu ada peserta lari yang tertabrak kendaraan di
jalur lintas mereka lari. Artinya sudah dipastikan panitia mengabaikan jalur
yang sebenarnya tidak aman, namun dilaporkan aman.
Tanpa pengawalan panitia teknis. Dan ini parah untuk even
olahraga sekelas provinsi yang dibiayai sangat besar oleh Dispora Lampung dan
dengan biaya pendaftaran sangat besar juga.
Tetapi kompensasi panitia sama sekali buruk kepada peserta,
kalau tidak mau dibilang tidak profesional. Dan setelah itupun tidak ada kata
maaf dari panitia atas kejadian yang merugikan beberapa juara dan peserta.
Pada aturan yang berlaku di PASI, jika lomba seperti ini
baik di nomor 3000 meter, 5000 meter dan 10.000 meter misalnya tidak ada
pengawalan, maka bagaimana panitia bisa menetapkan siapa yang juara? Pakai apa
ukurannya?
Lomba ini bisa dibilang tidak sah lo, jika tidak ada pengawalan
khusus yang mengawal pelari dari start hingga finish. Dan beberapa personil dari PASI Lampung mengatakan ini
benar-benar nekat. Bahkan PASI Lampung juga sama sekali tidak dilibatkan oleh
panitia.
Bagaimana kalau peserta itu tidak melewati jalur yang
seharusnya? Siapa yang mengontrol? Dari ribuan peserta dengan berbagai kategori
nomor perlombaan. Bah.
Nah maka dari itu timbul ada juara yang tidak diakui oleh
panitia, tetapi panitia tetap memberikan sekedar hadiah namun pemenang tersebut
tidak boleh naik podium dan yang naik peserta lain, lucu, geli. Dan ini
dianggap selesai. Hahaha ini even apa?
Hadiahnya, dibanding doorprizenya,
jauh sekali. Artinya, even lari ini hanya ingin menarik peserta dengan door prize, bukan prestasi.
Di Back Up Dispora
Di sini peserta yang turut dalam ingar bingar pelaksanaan
itu terbius begitu saja. Dan memang orang Lampung sangat pemaaf, sehingga
segera melupakan kejadiannya. The Show
Must Go On, kata panitia.
Permasalahannya ada pada yang berbuat salah di event ini,
langsung menjustifikasi bahwa persoalan selesai dan clear. No!. Tidak. Ini tidak profesional sama sekali.
Tetapi karena di back-up
oleh Dinas Pemuda dan Olahraga, maka pejabat Lampung pun tidak lagi mendapatkan
laporan dan penyesalan dari semua ulah panitia dan partner itu.
Menurut saya, ini pembodohan. Janganlah, ketulusan
masyarakat untuk hidup sehat dengan berpartisipasi pada kegiatan ini janganlah
dianggap sebagai orang-orang pilun.
Ketidak beresan itu menjadi bahan gunjingan, namun tidak
mengemuka. Bukan mereka tidak tahu, tetapi mereka tidak ingin persoalan ini
terulang lagi. Tetapi harus bagaimana?
Belum lagi, sikapnya panitia kepada media yang sama
sekali tidak memberikan ruang komunikasi dan keterbukaan yang elegan.
Sekelas TVRI Lampung, sama sekali tidak digubris. Sejak
persiapan sampai perhelatan berakhir. Padahal TVRI Lampung melakukan siaran
langsung secara suka rela.
Tetapi apa lacur, TVRI tidak mendapatkan sepotong pun
data soal peserta, yang katanya ada dari Luar Negeri, ada Pelari Nasional, dan
entah apalagi lip sevice nya panitia
dalam promosi.
Sekelas TVRI Lampung saja tidak bisa mendapatkan data
peserta pada even terbuka seperti ini sebagai bahan laporan siaran langsung,
kan luar biasa ini panitia.
Ini even terbuka dan untuk umum, tetapi panitia bisa
beralasan tidak bisa mengeluarkan data peserta yang mendaftar. Apa artinya ini?
Transparansi, hah.
Tetapi saya salut kepada TVRI Lampung sebagai media publik
sekuat tenaga melakuakn siaran langsung sejak pukul 05.00 hingga selesai dengan
kreativitas yang super menguras isi kepala.
“Ya gimana lagi. Ini even Dispora dan Kawan Lari. Tetapi keduanya lempar-lemparan soal data peserta. Ya akhirnya kami diam, menghabiskan energy yang tak bermanfaat justru akan merugikan tim kami,” kata seorang pejabat TVRI Lampung yang tak berkenan ditulis jati dirinya. Tapi ini fakta.
Semoga di HUT Lampung tak terjadi lagi, dan selamatlah seluruh peserta yang sudah membayar mahal itu. (*/redaksi)
Comments