Sidang Paripurna HUT Kota Metro, Walikota Dikritik Agar Tidak Mengaburkan Sejarah

DL/09062022/Kota Metro

---- Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Metro menggelar rapat paripurna istimewa memperingati hari jadi ke-85 tahun Kota itu, pada Kamis 9 Juni 2022.

Ketua DPRD Kota Metro, Tondi MG Nasution mengatakan, banyak tantangan yang sudah dilewati Kota Metro. Terutama dalam meningkatkan kinerja dan pembangunan di Bumi Sai Wawai.

"Kita harus bergerak kembali, dengan keterbatasan saat ini jangan dijadikan penurunan performa. Kita tidak boleh kalah, harus bersatu dan bersama," katanya.

Tondi menjelaskan, dengan segala keterbatasan yang saat ini dimiliki, harus memiliki kelompok sehingga tujuan masyarakat bersama mendapatkan ridho dari Allah SWT.

"Pokoknya dengan segala situasi dan kondisi yang ada. Kita harus tetap semangat dan positif thinking. Mudah-mudahan Kota Metro kedepan bisa lebih baik dan kepada masyarakat kami mohon maaf apabila dalam masa kepemimpinan kami masih banyak kekurangan," jelasnya.

Ditegaskan Tondi, momentum HUT kota Metro ke 85 ini, pihaknya akan selalu menampung apapun aspirasi masyarakat.

"Sering-seringlah mengingatkan kami agar menjadi lebih baik lagi. Harapan saya Kota Metro menjadi lebih baik lagi, semua infrastruktur akan menjadi atensi dalam perbaikan. Terutama dalam kesejahteraan masyarakat," tegasnya.

Diwarnai Interupsi

Baru kali ini dalam sejarah, Sidang Paripurna memperingati HUT Kota Metro  diwarnai interupsi. Sekretaris Komisi I DPRD Kota Metro Amrulloh sangat menyayangkan kinerja Walikota Metro yang tidak memahami tentang sejarah Kota Metro.

Saat interupsi pada paripurna DPRD di HUT Kota Metro ke-85, Amrulloh menegaskan, menurutnya Walikota Metro jangan hanya membicarakan cagar budaya Kota Metro saja, tetapi tidak mengerti sejarahnya.

“Jadi jangan pernah berbicara tentang cagar budaya pak wali, tentang sejarah, kalau bapak tidak mencoba belajar dan memahami sejarah,” tegasnya.

Menurut Amrullah, kinerja Walikota Metro saat ini tidak jelas arah dan tujuannya, terlebih, ada rencana Pemkot Metro ingin merubah tugu pena, menjadi nama tugu Iqro.

“Iqro nama yayasan yang bapak miliki itu terjadi berulang-ulang, kita jangan berbicara tentang pencitraan akan tetapi belajar dulu tentang sejarah. Catatan kedepan tidak ada lagi festival Bumi Sai Wawai, tapi dikembalikan asal dari pada sejarah tanah di Kota Metro ini,” jelasnya.

Hal senada juga dikatakan oleh mantan ketua DPRD kota Metro, Sudarsono, menurutnya, HUT  Kota Metro ke-85 yang berbeda dari biasanya, kini menjadi polemik. Sejumlah tokoh, legislatif hingga Pedagang Kaki Lima (PKL) memprotes gelaran festival dalam rangka peringatan hari jadi Kota Metro tersebut.

Ia menjelaskan sejarah adanya festival Putri Nuban sebelum berganti nama menjadi festival BSW sudah menjadi tradisi dari tahun ke tahun di Kota Metro.

Akibatnya,Pemkot Metro diminta mengevaluasi gelaran festival Bumi Sai Wawai (BSW) yang hadir menggantikan nama festival Putri Nuban.

"Metro ini asal usulnya adalah tanah Buay Nuban, tanah Buay Nuban ini diberikan kepada kaum kolonialis pada tanggal 17 Mei 1937, apa salahnya sih sebagai kenang-kenangan dan jasa baik dari penyimbang Buay Nuban, maka seharusnya festival Putri Nuban itu jangan dihilangkan," jelasnya.

Mantan Ketua DPRD Kota Metro periode 2009-2014 itu menegaskan, pergantian nama dari festival Putri Nuban menjadi festival BSW dinilai sebagai upaya Pemkot mengaburkan sejarah.

Seharusnya itu tidak boleh diganti dengan festival yang baru, seharusnya festival Putri Nuban dipertahankan. Sejarah itu jujur, tidak boleh dikaburkan.

"Tahun depan harus kembali lagi festival Putri Nuban, dan kita harapkan tidak ada lagi festival Bumi Sai Wawai itu, aku kritik ini," tandasnya. (Gun)