Populasi Sapi Tinggi, Balitbangtan Kenalkan Kit Deteksi Kebuntingan Sapi di NTT

DL/19112019/Jakarta
---- Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
(Balitbangtan) menggelar bimbingan teknis (bimtek) penggunaan kit deteksi
kebuntingan sapi di Desa Helebeik, Kecamatan Lobalain, Pulau Rote, Nusa
Tenggara Timur (NTT). Kegiatan ini diikuti 95 peserta yang terdiri dari
paramedik veteriner, pengawas bibit ternak, inseminator, petani ternak dan
wanita tani.
Dalam kegiatan ini sejumlah petugas dan petani ternak
mempraktikan cara pemakaian kit dengan menggunakan sampel urin yang ambil dari
sapi ternaknya sendiri. Tanpa mengalami kesulitan mereka berhasil menggunakan
kit ini untuk mendeteksi kebuntingan sapinya.
Para peserta sangat mengapresiasi kit deteksi dini
kebuntingan sapi yang dianggap sangat simpel dan akurat. Oleh karena itu,
mereka sangat antusias untuk segera mengadopsi teknologi kit ini dalam
meningkatkan produktivitas budidaya ternak sapi mereka di Kabupaten Rote Ndao.
Kit deteksi kebuntingan adalah salah satu teknologi baru
yang akan diadopsi oleh semua pemangku kepentingan peternakan di Kabupaten Rote
Ndao untuk mempercepat pertumbuhan populasi sapi di Pulau Rote. Target
peningkatan populasi sapi yang cukup tinggi di NTT tidak dapat lagi dilakukan
dengan teknik-teknik yang konvensional.
“Petani dan petugas peternakan harus terbuka dengan
kehadiran teknologi-teknologi baru bidang peternakan,” ujar Kepala Dinas
Peternakan Kabupaten Rote Ndao, Erens Sinlaeloe.
Rote Ndao adalah salah satu kabupaten yang menjadi target
pusat pertumbuhan populasi sapi potong di NTT selain Kupang, Timor Tengah
Selatan, Timor Tengah Utara, Belu, Malaka, dan Sumba Timur.
Selain memiliki populasi sapi yang cukup tinggi sekitar
85 ribu ekor, Kabupaten Rote Ndao juga memiliki jenis sapi yang sangat adaptif
pulau Rote dan telah ditetapkan sebagai Rumpun Rapi Rote berdasarkan Surat
Keputusan Menteri Pertanian nomor 41/Kpts/PK.020/1/2017.
Pada tahun 2019, salah satu program ambisius Dinas
Peternakan Provinsi NTT adalah meningkatkan populasi sapi hingga mencapai dua
juta ekor. Keberhasilan tahun 2018 yang mampu meningkatkan populasi sapi dari
sekitar 600.000 ekor satu juta ekor lebih, menjadi pengalaman penting untuk
membuat lompatan program pembangunan peternakan di NTT.
Dalam upaya percepatan peningkatan populasi sapi, Dinas
Pertenakan Rote Ndao sangat tertarik memanfaatkan teknologi kit deteksi dini
kebuntingan sapi yang dihasilkan Balai Balitbangtan. Kit ini sangat penting
untuk melakukan optimalisasi fungsi reproduksi ternak betina produktif,
khususnya untuk sapi-sapi yang diinseminasi buatan (IB).
Menurut peneliti Balitbangtan, Dr Tripuji Prijatno,
metode yang umum digunakan untuk mendiagnosa kebuntingan pada sapi adalah
melalui pemeriksaan palpasi rektal, deteksi harmon, dan penentuan karakteristik
kimia fisik, seperti sekresi vagina dan serviks.
Pemeriksanaan kebuntingan sapi dengan teknik palpasi
rektal biasanya dilakukan pada 60 hari setelah IB karena siklus birahi yang
dipergunakan sebagai dasar diagnosa hasil IB adalah berkisar antara 28-35 hari.
Jika pemeriksaan dilakukan lebih awal dikhawatirkan dapat menyebabkan
keguguran.
“Dengan menggunakan kit, diagnosis kebuntingan dapat
dilakukan pada umur 15-30 hari setelah IB tanpa menumbulkan resiko keguguran
karena menggunakan sampel urin,” ujar Tripuji.
“Jika sapi belum menunjukkan gejala bunting dapat segera
dilakukan IB kembali melalui penanganan yang tepat, sehingga ada efisiensi
waktu cukup banyak dalam memanfaatkan masa produktif betina,” tambahnya.
Pada saat bimtek, Balitbangtan melalui Balai Besar
Litbang Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian (BB Biogen) dan Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) NTT juga membagikan sebanyak 100 test kit
yang siap digunakan di lapang untuk menginiasi percepatan adopsi teknologi kit
kebuntingan sapi. (tp/ab)
Comments