Menyisakan Banyak Problem, Sistem Penyelenggaraan Pameran Pembangunan Sebaiknya Ditinjau Ulang

DL/Bandarlampung/Ekonomi/22102023

---- Pekan Raya Lampung (PRL) sebagai metamorfosa dari sebuah event tahunan yang dulu dikenal sebagai Pameran Pembangunan, yang berganti nama beberapa kali itu, ternyata tidak juga beranjak membaik dan terus diselimuti persoalan dari itu ke itu saja.

Salah seorang anggota masyarakat, Alfi Darwin, dari Telukbetung mengatakan bahwa even ini sudah sejak lama melenceng dari konsep awal yakni pameran pembangunan, yang mana masing-masing kabupaten/kota menampilkan kelebihan dan potensinya.

“Tapi pameran yang digelar beberapa tahun belakangan, justru lebih menjadi ajang bisnis dalam rangka menghamburkan anggaran saja. Tetapi satu sisi panitia (yang selalu pake pihak ke-3-red) memilik kiat sendiri-sendiri dalam mencari keuntungan yang sebesar-besarnya tanpa memperdulikan kemampuan masyarakat.” Kata Alfi, Sabtu 21 Oktober 2023.

Bukan hanya itu, lanjut dia, dalam urusan intern, yakni penilaian peserta even, entah itu jaman Pameran Pembangunan, Lampung Fair dan kemudian berganti menjadi Pekan Raya Lampung, selalu terkesan tidak fair, penuh muatan dengan faktor X.

“Penilaian Anjungan, Stand dan lain-lain itu selalu terkesan, panitia atau juri selalu dalam tekanan. Dan ini sangat nampak dalam hasil keputusan penilaiannya, pasti ada yang tidak fair, pasti. Bahkan ini bukan saja di PRL, tetapi sampai ke MTQ pun seperti itu,” Tambahnya.

Pameran atau apalah namanya, ujar Alfi, ini kan sebuah festival bukan pertandingan atau perlombaan yang harus ada yang menang dan kalah.

“Seharusnya semua peserta bisa saja menjadi pemenangan dengan berbagai predikat. Bukan soal menang dan kalah yaa. Tetapi dalam sebuah penilaian ya harus fair. Seperti yang terjadi di PRL kali ini, masuknya Anjungan Bandarlampung meraih predikat Inspiratif dan Inovatif, ini banyak diketawakan orang. Inovatifnya dimana, Inspiratifnya dimana, kan biasa aja seperti itu,” tuturnya.

Menurut Alfi itu hanya sebuah contoh yang nyata saja. Dengan begitu tentu sudah mengecewakan anjungan daerah lain yang secara fakta jauh lebih baik, namun tidak mendapatkan predikat apapun.

Alfi tidak menyalahkan beberapa stand kabupaten akhirnya memilih tidak ikut lagi di event ini, mungkin salah satunya kekecewaan itu juga. “Yaa itu hak panitia. Tetapi ini persoalan yang tidak baik ke depan.” Tambahnya.

Dievaluasi Mendasar

Sementara itu Rudy Antoni, dari Humanika Lampung yang secara tegas mengkritisi hal tersebut sebagai kegiatan yang selama ini banyak dibicarakan karena ada beberapa maslaah yang tidak selesai.

“Perlu ditinjau ulang giat tersebut, agar tidak terulang lagi permasalahan klasik itu dimasa yang akan datang. Ini akibat Pemprov Lampung tidak dengan matang melakukan persiapan dan penganggarannya. Contohnya tiket masuk. Gratiskan saja untuk seluruh masyarakat, baru bisa ramai acaranya. Dan yang penting menepis bahwa even ini benar-benar bukan sekedar mencari uang belaka,” kata Rudi.

Dia menambahkan bahwa harus ada konsep yang lebih baik dan humanis kepada masyarakat. “Kalau masih jual tiket mahal yaa gimana masyarakat akan bisa menikmati pameran dengan baik. Sebaiknya gratiskan, agar mereka datang dan uangnya bisa dipakai belanja untuk keluarganya di stand atau di lingkungan even. Itu baru konsep kecilnya,” kata Acil panggilan akrab Rudy Antoni.

Dia menegaskan bahwa secara pribadi mendukung even semacam PRL ini, namun harus dihelat lebih humanis lagi. “Sekarang ini petugasnya juga tidak menampakkan keramahan sama sekali di pintu masuk. Saya tanya yaa, sebenarnya yang membutuhkan itu siapa? Panitia butuh masyarakat untuk datang dan menonton pamerannya ini, jadi panitia yang butuh. Sementara masyarakat tertarik hanya karena penasaran sekejap. Tolong yang ini dihargai. Yang ramah dong. Yang humanis. Ini konsep kedua,” tutur Rudy.

Dia menegaskan bahwa Panitia juga harus membuka diri untuk kritik dan saran, jangan mau bener sendiri dan menang sendiri. Sampai viral juga wartawan yang dikeluarkan dari grup WA peliputan.

“Jika mau jadi penyelenggara, harus berani menghadapi segala risiko, kritik dan saran. Termasuk kritikan para pewarta, dengan syarat bukan mengada-ada,” ungkapnya.

Menjawab Kritik

Sementara itu Yanuar Irawan, sebagai sekretaris Apindo Lampung yang juga panitia pelaksana menjawab kritikan dan beberapa pemberitaan yang dianggap menyudutkannya dalam laporan terakhir secara terbuka di depan Sekda Provinsi Lampung.

Dia memaparkan beberapa hal yang diberitakan dan viral di media sosial, tentang petugas stnad yang ditolak masuk ke arena karena membawa surat keterangan saja, tanpa ID Card yang dibagikan oleh panitia.

“Kami sudah sampaikan kepada seluruh peserta kabupaten dan kota untuk bisa menggunakan beberapa tanda masuk yang sudah disepakati. Kalau ID Card yang di scan itu hanya berlaku sekali pakai setiap hari. Namun jika kurang mencukupi jumlah petugasnya, maka silahkan dibuatkan surat keterangan resmi penjaga stand, maka tidak akan ditolak,” katanya.

Yanuar mengakui memang ada beberapa hal yang lebih dan kurang, dan berharap bisa diperbaiki oleh panitia siapa saja yang kelak mengurus even ini.

“Kami berterima kasih kepada semua pihak yang mendukung, maupun kepada pihak-pihak yang tidak mendukung sekalipun. Semua menjadikan kami bisa mawas diri dalam bekerja,” tutupnya.

Beberapa tokoh yang diminta pendapat dan sarannya soal PRL mengaku enggan menjawab, karena kenal dekat dengan pelaksana PRL. (ral/sup/con/tim)