Lesty: Soroti Penjualan Gabah ke Luar Lampung
DL/Bandarlampung/01112022
----- Polemik rendahnya harga gabah di kalangan petani di
provinsi Lampung disinyalir menjadi salah satu sebab terjadinya penjualan ke
luar daerah.
Hal ini mulai mendapat perhatian pemerintah provinsi
Lampung, dengan duduk bersama membahas untuk menyelsaikan masalahnya.
Seorang anggota DPRD Provinsi Lampung, Lesty Putri Utami
mengatakan bahwa sudah mulai ada Gerakan untuk membahas hal ini. “Pagi tadi, Gubernur
Lampung memanggil semua sektor terkait persoalan itu. Bahkan, dari rapat itu
rekomendasi dari Komisi II juga diterima untuk diterapkan,” kata Anggota Komisi
II DPRD Lampung ini, Selasa 1 Nopember 2022.
Menurut dia, persoalan gabah asal Lampung yang kini
banyak dijual keluar daerah karena harganya lebih mahal, membuat pelaku usaha
lokal menjerit karena kekurangan pasokan.
Dia menilai ada praktek bisnis yang dijalankan semata mencari keuntungan besar tanpa keringat di antara dua derita yang dialami petani selaku produsen dan masyarakat umum selaku konsumen. Padahal, kata Lesty, kedua pihak ini merupakan tanggung jawab penuh pemerintah agar sama-sama mendapatkan keuntungan yang berkeadilan, yakni petani untung dan masyarakat (konsumen) juga terbantu karena harga beli yang terjangkau.
Lesty mengungkapkan upaya tak kenal lelah yang dilakukan
petani dari pagi hingga sore kerja di sawah, demi padinya berproduksi baik, dan
harus menunggu hingga 120 hari untuk panen. “Terkadang tidak berjalan mulus,
karena ada hama yang meluluhlantakkan usahanya.” Kata Lesty.
Derita petani, tambah Lesty, seperti bukan rahasia umum. Namun
sering diabaikan oleh konsumen. “Mereka hanya melihat padi sudah berubah
menjadi beras tanpa peduli bagaimana jerih payah petaninya. Padahal kalau harga
turun bahkan drastic, petani lah yang menderita,” papar putri sulung Mukhlis
Basri itu.
Di lain pihak, Konsumen akhirnya akan menjerit kalau
harga beras naik. Ini wajar karena daya beli satu dengan yang lain tak sama.
“Perlu diingat, status ekonomi masyarakat kita sangat
beragam, bahkan ada yang miskin. Namun demikian mereka juga harus tetap makan dari
bahan beras. Maka persoalan ini perlu segera ditangani bersama pemerintah dan
mitra kerjanya yang lain,” tambahnya.
Untuk mengatasi dua masalah itu, politisi PDI Perjuangan
itu berharap pemerintah dapat hadir ditengah-tengah petani menjalankan roda
birokrasinya dengan konsisten dan tegas melaksanakan Peraturan Daerah No.7
tahun 2017.
“Pemerintah harus mampu melindungi dua factor penting itu.
Petani menjual dengan harga yang menguntungkan, konsumen membeli beras dengan
harga yang wajar,” ujarnya.
Karena itu, melihat terjadinya disparitas harga yang
dilakukan oleh sekelompok pengusaha, Lesty sangat menyayangkan perilaku yang
dilakukan oleh segelintir oknum tersebut.
“Hati nurani para pelaku itu tidak terketuk melihat
derita petani dan jeritan konsumen. Padahal, di dalam produksi beras milik
petani itu banyak subsidi yang disiapkan pemerintah,” ujar dia.
Karena itu pemerintah pusat mengeluarkan Perpres dan
Pemerintah Provinsi Lampung menerbitkan Peraturan Daerah Nomor 7 tahun 2017 dan
Pergub yang semuanya untuk penetapan dan penyimpanan bahan pokok dan penting.
“Permendag juga mengatur harga acuan bawah untuk
melindungi petani dan harga acuan atas untuk melindungi konsumen. Pemerintah
menjaga dua pihak ini dari pihak ketiga, yakni para tengkulak,” tambah Lesty.
Produsen atau petani, kata dia, dilindungi dan dibantu pemerintah
melalui subsidi benih dan pupuk agar petani bisa menurunkan biaya produksinya
dan harga jual gabah juga terjangkau. Dengan begitu, maka konsumen pun mampu
membelinya.
“Inilah cara pemerintah menstabilkan harga pangan dalam
negeri. Petani untung dan masyarakat juga terbantu oleh harga yang
terjangkau," papar dia. (lis/tim)
Comments