Polsek Marga Sekampung Diduga Melakukan Diskriminasi Hukum

DL/03092021/Lampung Timur

---- Polsek Marga Sekampung Lampung Timur diduga melakukan tindakan diskriminasi hukum terhadap Roni (43) warga Desa Wana dusun 8 Rt 003 Rw 08 Kecamatan Melinting Kabupaten Lampung Timur, dalam masalah penebangan kayu di lahan milik Parjino warga Dusun 15 Desa Girimulyo Kecamatan Marga Sekampung Lampung Timur, sekira satu bulan yang lalu.

Hal ini disampaikan Indra Syahfri, SH. selaku kuasa hukum  Roni kepada detiklampung.com saat melakukan investigasi di lokasi penebangan pohon di pekarangan milik Parjino yang masuk dalam kawasan register 38 Lampung Timur, pada Jumat 3 September 2021.

Indra menjelaskan, kliennya ditangkap oleh pihak Polsek Marga Sekampung, pada 29 Juli 2021 sekira jam 11.00 wib yang lalu, lantaran diduga melakukan penebangan pohon jenis Bayur, Mahoni, Alpukat, sengon dan petai yang dibeli oleh Roni dari Parjino seharga Rp52 juta. 

“ Pada kasus ini kami melihat ada dugaan diskriminasi perlakuan hukum terhadap klien kami,” jelasnya.

Dikatakan Indra, bentuk dugaan diskriminasi perlakuan hukum terhadap kliennya Roni adalah, saat kliennya melakukan penebangan pohon Bayur dan  lainnya  yang dibeli dari Parjino, pihak Polsek Marga Sekampung langsung melakukan tindakan hukum. 

Sementara , saat Ngadimo tetangga Parjino melakukan hal yang sama menjual kayu di lahan pekarangannya yang juga masuk dalam kawasan register 38 padahal jumlahnya lebih banyak, pihak Polsek Marga Sekampung tutup mata dan membiarkan tidak dilakukan penangkapan maupun diproses secara hukum.

“ Padahal antara Parjino dan Ngadimo itu tetangga dekat dan lahan mereka berbatasan, tapi kenapa kok saat Ngadimo menjual dan menebang kayu tidak dilakukan penangkapan dan diproses hukum. Disinilah Polisi terkesan tebang pilih dalam menegakan hukum dan keadilan,” katanya.

Saat detiklampung.com mendatangi dan ingin mengkonfirmasi  hal tersebut kepada Kapolsek Marga Sekampung, Kapolsek tidak berada di tempat. 

Seorang anggota Provos menyambut wartawan detiklampung.com dan mengatakan bahwa Kapolsek sedang berada di Polres Lampung Timur. 

Saat itu,detiklampung.com berkesempatan melihat barang bukti yang diamankan oleh pihak Kepolisian berupa dua unit bentor tanpa plat sebagai kendaraan pengangkut kayu dan tumpukan kayu bayur sekitar 4 truk.

“ Maaf mas, Komandan sedang berada di Polres, kalau Kanit Res sedang keluar karena ada keperluan,” jelasnya.

Sementara, Febri anak Parjino membenarkan apa yang dikatakan Indra Syahfri, menurut Febri, Polsek Marga Sekampung sudah berlaku tidak adil. Pasalnya, saat tetangganya menjual kayu dengan jenis yang sama dan jumlahnya lebih banyak namun tidak dipermasalahkan oleh Polisi. 

Dikatakan Febri, kayu yang tahan oleh pihak Polsek sekitar 4 truk, kayu tersebut dibeli oleh Roni di pekarangan belakang rumah orang tuanya.

“ Kayu-kayu ini yang nanam bapak saya sejak 1997, saat ini dijual karena bapak butuh biaya untuk berobat karena bapak mengalami Stroke, sehingga harus menjual kayu-kayu tersebut seharga Rp52 juta, dan dibeli oleh kang Roni,” katanya.

Dijelaskan Febri, ayahnya menetap di Desa Girimulyo sejak tahun 1971, saat itu kondisi di desanya sudah tidak ada tanaman kayu yang besar semua lahan yang ada hanya semak belukar. 

Sekira tahun 1997 orang tuanya menanam bibit pohon bayur, pete, Sengon dan yang lainnya. 

Hal ini juga dilakukan oleh warga yang lainnya. Setelah pohon-pohon itu besar warga pun menebang untuk keperluan mendirikan rumah maupun dijual kepada orang lain, hal ini sudah lazim dan tidak pernah ada masalah.

Selain itu, penduduk di Desanya juga dikenakan pajak bumi dan bangunan (PBB). Jika benar desanya masih masuk lahan register, hal yang aneh jika sampai dikenakan PBB. 

Bahkan beberapa orang penduduk yang tinggal di kawasan Register 38 sudah ada yang memiliki petok atau surat keterangan ganti rugi hak tanah.

“ Lah kok baru sekarang baru dipermasalahkan, giliran bapak saya yang menjual kayu kok pembelinya ditangkap katanya menebang pohon di areal kawasan register 38. Dari dulu pun pihak Kehutanan tidak pernah mempermasalahkan menebang atau menjual kayu-kayu tersebut. Selain itu, saat pak Ngadimo menjual kayu lebih banyak dengan harga Rp134 juta kok Polisi diam saja  tidak menangkap pembelinya," tegasnya.

Hal senada juga diungkapkan oleh Mardimin (65) mantan ketua Rukun Tetangga (RT) di Desa Girimulyo. 

Menurutnya, terjadi keresahan ditengah-tengah warga yang tinggal kawasan register 38 Desa Girimulyo terjadi baru-baru ini, sebelumnya masyarakat merasa tenang dan nyaman tinggal di kawasan tersebut tidak ada yang mengusik.

Mardimin mengaku, saat menjabat sebagai ketua RT, dirinya juga pernah menarik PBB kepada masyarakat dan uangnya Ia setorkan ke pihak Desa. 

Tidak hanya itu, lahan yang Mardimin tempati saat ini juga memiliki surat keterangan gantirugi hak tanah. Lahan tersebut Ia beli dari tetangganya Prapto Legimin pada tahun 1997 lalu seluas 3.400 m2, seharga Rp5 juta. dan pada saat itu kepala desa (Kades) dijabat oleh Usman.

“ Saat saya masuk wilayah sini sekitar tahun 80an, sudah tidak ada kayu besar semuanya semak belukar. Kalau kayu yang besar-besar saat ini seperti bayur, mahoni, alpukat dan yang lainmya itu yang nanam ya warga. Dulu tidak pernah ada masalah saat warga menebang atau menjual kayu-kayu tersebut, baru-baru ini permasalahan timbul sampai ada yang ditangkap katanya menebang pohon dikawasan register,” tandasnya. (Gun)

Tags