AFA: PBSI Harus Ambil Langkah Konkrit Soal Pertanggungjawaban Panitia All England

DL/27032021/Bandarlampung
---- Indonesia selama ini menjadi kekuatan yang sangat diperhitungkan dalam sejarah bulutangkis, khususnya All England sebagai turnamen tertua dan paling bergengsi, bahkan mengalahkan gengsi dari Kejuaraan Dunia bulutangkis sekalipun.
Rudy Hartono asal Indonesia menjadi satu-satunya pebulutangkis dunia yang masih memegang rekor tujuh kali juara All England sepanjang sejarah turnamen ini, dan hingga sekarang belum terpatahkan.
Banyak pemain Indonesia yang melegenda di All England, seperti pasangan ganda putra Tjun Tjun – Djohan Wahyudi, Lim Swie King, Haryanto Arbi dan lain-lain.
Peristiwa All England tahun 2021 ini seolah-olah “memperkosa”
hak juara pemain-pemain Indonesia di turnamen tersebut. Berawal dari keputusan National Health Service (NHS) Test and Trace yang menyampaikan pemberitahuan tentang isolasi mandiri yang diperlukan kepada tim bulutangkis Indonesia yang berada dalam satu pesawat dengan "orang misterius" dalam penerbangan dari Turki ke Inggris.
Bahkan orang misterius itu sampai saat ini tidak diberitahukan siapa dia dan darimana asalnya, jenis kelaminnya apa dan sebagainya, namun keputusan yang sangat merugikan bagi Indonesia sudah berlangsung.
Menanggapi kasus paling mempermalukan Indonesia itu, Ketua Dewan Pengawas (Dewas) Pengurus Besar Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (PB-PBSI), Abdullah Fadri Aulia (AFA), menegaskan bahwa harus ada langkah konkrit PBSI dalam menyikapi kasus pemaksaan para pemain bulutangkis Indonesia untuk isolasi mandiri saat pertandingan sudah dimulai.
AFA dengan tegas mengatakan bahwa Dewas sudah memberikan masukan kepada ketua umum PBSI agar segera mengambil langkah strategis soal ini.
“Memang, BWF (Badminton World Federation) sudah meminta maaf secara tertulis kepada Indonesia, namun bukan berarti semuanya selesai begitu saja. Ini baru sebuah point. Dengan permintaan maaf ini berarti diakui ada sebuah kesalahan. Lalu apa selanjutnya, maka ini yang harus terus diupayakan PBSI,” kata AFA, kepada detiklampung.com via selulernya, Sabtu siang,27 Maret 2021.
Dalam kaitannya dengan martabat bangsa Indonesia, kasus ini harus dituntaskan setuntas-tuntasnya. Termasuk bagaimana PBSI memonitor apa tindakan BWF kepada panitia pelaksana All England setelah peristiwa ini.
“Sebentar lagi ada Olimpiade lo. Jangan sampai Covid-19 menjadi modus baru untuk menjegal atlet-atlet Indonesia di negara-negara penyelenggara even internasional yaa. Ini preseden buruk, Indonesia sudah sangat jelas dikerjai secara diskriminatif. Semua mata melihat itu. Maka ini harus menjadi pelajaran yang sangat berharga bagi PBSI dan Indonesia,” tutur Advokat senior ini.
Besar Biayanya
Kasus All Englad merupakan kerugian yang tak terhitung oleh nilai uang bagi Indonesia. “Ini kerugian imateriil. Tak terhitung. Kalau materiil mudah dihitungnya, biaya pelatnas berapa, biaya pesawat dan akomodasi berapa, mudah sekali dihitung. Nah kalau kerugian imateriil, susah dihitung. Ini kerugian menyangkut kerugian moril bagi para pemain dan bangsa Indonesia pada umumnya,” tambahnya.
Besarnya biaya yang dikeluarkan Indonesia apalagi disaat pandemi seperti ini juga dapat dituntut kompensasinya dari panitia pelaksana All England atau BWF.
AFA menegaskan bahwa PBSI bisa melakukan komunikasi lebih intens lagi menuntaskan persoalan ini dan apa kompensasi terhadap kerugian seperti itu.
“Untuk di dalam negeri, kami juga mengingatkan kepada semua pihak yang akan melakukan pertandingan olahraga, terutama, ke luar negeri lebih baik mempelajari tata hukum dan tata kelola even yang akan diikutinya agar tidak lagi terjebak masalah yang serupa, sebagai upaya mengkambing hitamkan pandemi untuk menjegal peserta dari negara lain. Pelajari tata hukumnya dan aturannya, itu yang paling penting,” saran AFA atau akrab dipanggil A’ab.
Peristiwa itu juga merupakan guru yang baik bagi Indonesia untuk masa yang akan datang. (don)
Comments