Pakar: Kita Terlambat, Kematian Akibat Corona Tertinggi Se-ASEAN
DL/20402020/JAKARTA
--- Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Hermawan Saputra menilai, pemerintah terlambat dalam mengantisipasi penyebaran virus corona (Covid-19) di Indonesia. Akibatnya, Indonesia menjadi negara yang kasus kematiannya tertinggi akibat corona di Asia Tenggara.
Hermawan
menyayangkan tidak adanya kebijakan yang tegas dalam menangani pandemi corona
ini selama berhari-hari. Pasalnya, Presiden Jokowi pertama kali mengumumkan
adanya kasus corona pada 2 Maret dan baru mengambil langkah Pembatasan Sosial
Berskala Besar (PSBB) 29 hari kemudian, tepatnya pada 31 Meret 2020.
"Kita
terlambat juga dalam menguji labnya karena kapasitas kita terbatas.
Perawatannya juga terlambat pada akhirnya angka kematian kita tertinggi. Jadi
memang di kita ada terlambat dalam pengambilan keputusan," kata Hermawan
kepada Okezone, Senin 20 April 2020.
Ada 6.575 orang
tercatat positif terinfeksi virus corona hingga Minggu 19 April 2020. Selain
itu, ada 686 pasien dinyatakan sembuh dengan 582 pasien lainnya meninggal
dunia.
Berdasarkan data World Meters yang dikutip Okezone, Indonesia menjadi negara
tertinggi angka kematiannya akibat Covid-19 di Asia Tenggara dengan angka 582 jiwa,
jauh di atas Filipina 409 kematian, disusul Malaysia yang hanya dengan 89 kematian.
Indonesia juga
berada di nomor kedua kasus penderita corona tertinggi di ASEAN dengan 6.575
kasus di bawah Singapura dengan 6.588 kasus. Namun, angka kematian pasien
Covid-19 hanya berjumlah 11 orang di negeri Singa itu.
Filipina juga
negara yang berada di urutan ketiga dengan pasien Covid-19 terbanyak diangka
6.259 pasien.
PSBB Tidak Sinkron
Hermawan juga
menyayangkan adanya keterlambatan dalam mengambil kebijakan penanganan corona
di Indonesia. Bahkan, lanjut dia, PSBB yang diterapkan di Jabodetabek juga
tidak sinkron. Sehingga, angka penularan corona tidak menurun hingga saat ini.
"PSBB di
Jabar, Banten juga masih parsial hanya di Jabodetabek. Itu pun kasus yang masih
tarik menarik antara pemerintah masih tidak sinkron. Ini semua memang masih
adanya keterlambatan dalam pengambilan keputusan. Belum lagi keterlambatan
dalam mempersiapkan peralatan untuk tenaga kesehatan, kedispilinan masyarakat
dan penguatan komunitas dan lain-lain," tuturnya.
Menurut dia,
pemerintah harus berani mengambil risiko dalam memerangi wabah corona. Ia juga
menyesalkan penerapan PSBB masih terbilang longgar di Ibu Kota.
"PSBB itu
intervensi paling longgar. Dari awal para ahli itu mengharapkan adanya
karantina wilayah," imbuhnya.
Hermawan
menambahkan, pihaknya juga prihatin karena kebijakan PSBB yang sangat longgar
tersebut mengakibatkan masyarakat menjadi tidak disiplin dalam memutus mata
rantai penyebaran corona.
"Pemerintah
juga tidak peduli dengan penegakannya. Ini yang lebih berbahaya lagi. Karena
tugas pemerintah itu memastikan bahwa PSBB itu lebih diketatkan lagi dan
menegakkan aturan dengan mempersiapkam fasilitas labnya lebih baik lagi untuk
menahan laju Covid-19," tandasnya. (*/tim)
Comments