Ekonom: Jangan Tunda Lagi PP Konversi MYB TubanPetro
DL/30092019/Jakarta
---
Pemerintah dipastikan akan menjadi pemegang saham mayoritas PT Tuban
Petrochemical Industries (TubanPetro) yakni mencapai 95% setelah proses
konversi utang Multi Years Bond/MYB menjadi saham tuntas. Saat ini, proses
konversi saham terus berjalan, tinggal menunggu Peraturan Pemerintah
(PP).
Untuk diketahui,
kebijakan konversi ini telah masuk dalam Undang Undang (UU) Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara (APBN) tahun 2019. Direktur Jenderal Kekayaan Negara (DJKN)
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Isa Rachmatarwata usai rapat di Kementerian
Koordinator Bidang Perekonomian, Kamis (22/8) menegaskan, akan sekuat tenaga
mematuhi perintah undang-undang tersebut.
Pengamat Ekonomi
Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi menilai, proses konversi bisa
lebih cepat lagi. Pemerintah pun tak perlu ragu.
“Karena itu,
diharapkan proses PP segera dituntaskan, semestinya tidak ada lagi
keragu-raguan. Saya berpandangan, potensi TubanPetro harus segera dioptimalkan,
utamanya untuk sektor petrokimia, juga optimalisasi aset-aset lain, seperti
kilang minyak modern yang dimiliki,” tegas Fahmy, Kamis 5 September 2019.
Fahmy menjelaskan,
jika PP Konversi segera rampung, lalu dilakukan optimalisasi secepatnya, maka
aset-aset TubanPetro semakin produktif. Kilang modern yang dimiliki TubanPetro
bisa menghasilkan produk petrokimia. Tidak dioperasikan untuk menghasilkan BBM
saja. “Sehingga bisa menekan impor petrokimia dalam jumlah besar,” tegas
Fahmy.
Ia menghitung, ada
potensi untuk mampu mensubstitusi impor bahan baku kimia aromatic mencapai US$2 miliar
per tahun, jika aset TubanPetro beroperasi penuh, terutama PT Trans Pacific
Petrochemical Indotama (TPPI), difungsikan secara optimal. Apalagi desain awal
memang untuk produk-produk aromatik yang mampu mendukung industri lain.
Karena itu, kata Fahmy,
PP Konversi sebagai basis hukum penambahan saham pemerintah di TubanPetro
diharapkan bisa cepat tuntas. Dengan dimiliki pemerintah, maka akan lebih
leluasa dalam mengembangkan bisnis dan operasional. Karena, sebagai pemilik
mayoritas, pemerintah tidak perlu banyak persetujuan untuk mengambil berbagai
langkah strategis.
“Sehingga keputusan
yang diambil akan lebih cepat, dan bagus bagi TubanPetro” ujarnya.
(Plt) Direktur
Jenderal Industri Kimia, Tekstil dan Aneka (IKTA) Kemperin Achmad Sigit
Dwiwahjono menambahkan, TubanPetro memiliki peluang besar untuk turut
berkontribusi menekan desifit. Caranya, dengan memaksimalkan semua potensi anak
usaha, terutama TPPI.
Langkah pertama,
agar dibuat masterplant integrated petrochemical cluster. Dalam masterplan
tersebut direncanakan di TPPI yang merupakan anak usaha TubanPetro dibangun
aromatic centre dan olefin centre. Saat ini, baru terbangun aromatic
plant yang menghasilkan benzene toluene dan xylene (BTX), satu-satunya yang
dimiliki Indonesia.
“Rencana strategis
Kemenperin terus mendorong agar anak perusahaan TubanPetro yakni TPPI dapat
difungsikan memproduksi BTX sesuai dengan desain kapasitasnya. Karena produk-produk
tersebut masih diimpor, sehingga bisa dijadikan substitusi impor untuk
menghemat devisa,” ucap Sigit.
Ia mengingatkan,
jika pengembangan TubanPetro tidak diakselerasi, maka defisit terus berulang.
Pasalnya, industri petrokimia hulu-hilir berkontribusi cukup signifikan
terhadap defisit neraca perdagangan. Impor terus membengkak, di mana tahun 2018
mencapai USD 15 Miliar.
Oleh karena itu,
Kemenperin mendorong agar TPPI dioperasikan pada moda BTX yang mempunyai nilai
tambah tinggi, dibandingkan hanya untuk mengolah bahan bakar. Upaya lain yang
lebih ke hulu, Sigit menambahkan, PT Pertamina bisa lebih meningkatkan
investasi untuk menghasilkan naptha maupun condensate sebagai bahan baku untuk
aromatic center maupun olefin centre milik TPPI.
Menurut Asosiasi
Industri Olefin, Aromatik, dan Plastik Indonesia (Inaplas), industri manufaktur
dalam negeri membutuhkan lebih dari 2 juta ton bahan baku kimia aromatik.
Selama ini Indonesia masih mengimpor bahan baku kimia aromatik karena tidak
tersedia di dalam negeri.
Sehingga, jika
kilang TPPI memproduksi aromatik, maka bisa subtitusi impor senilai
US$2 miliar per tahun. Sehingga turut membantu menyehatkan devisa negara.
((**)
Comments