Bambang Handoko: Terkait Pembatalan Pergub Lampung No.3, Ini Pendapatnya

DL/Bandarlampung/Hukum/23052024

---- Belakangan mulai kembali menghangat berbagai penafsiran dan pendapat masyarakat terkait terbitnya putusan Mahkamah Agung Nomor 1P/HUM/2024.

Dalam putusannya, MA menyatakan Pergub Lampung dimaksud bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi berupa Undang-Undang dan Peraturan Menteri yang secara jelas melarang pembukaan dan/atau mengolah lahan dengan cara dibakar.

Dalam Putusan MA Nomor 1P/HUM/2024, majelis hakim yang diketuai hakim agung Yulius memerintahkan untuk mencabut Peraturan Gubernur Lampung Nomor 33 Tahun 2020 karena bertentangan dengan sejumlah aturan. 

Putusan MA juga memerintahkan pencabutan Pergub Lampung dan menghukum termohon untuk membayar biaya perkara.

Terkait dengan hal tersebut, Bambang Handoko, praktisi hukum yang juga adalah Ketua DPD Aliansi Advokat Indonesia Provinsi Lampung prihatin dan menyayangkan adanya polemik baru terkait pembatalan Pergub Lampung No 3 tahun 2020 tentang Tata Kelola Panen dan Produktivitas Tanaman Tebu sebagaimana diubah dengan Pergub Lampung No 19 tahun 2023 yang diajukan oleh Pengawas Lingkungan Hidup KLHK dalam Uji Materi di Mahkamah Agung.

Sebagai Advokat Bambang mengapresiasi dan sangat menghormati secara mutlak atas keluarnya Putusan MA tersebut, namun bukan berarti putusan tersebut bisa ditafsirkan dengan serampangan, dengan niat-niat tertentu untuk membuat pihak ketiga dalam hal ini perusahaan mengalami kerugian dalam bentuk apapun, hal tersebut juga bisa dilihat dari munculnya desakan-desakan agar dikenakannya sanksi berat terhadap perusahaan dimaksud.

“Sangatlah naif dan melanggar asas kepatutan bila terhadap perusahaan tersebut dikenakan sanksi atas perbuatan/ kebijakan yang masih terdapat payung hukum yang melingkupinya, karena ketika Pergub belum dibatalkan maka semua perbuatan, tindakan dan kebijakan perusahaan masih dalam koridor yang semestinya, terkecuali saat ini dan kedepan bila Pergub sudah diputuskan batal, tapi perusahaan tersebut masih melakukan tindakan dan perbuatan yang sama itu baru melanggar atau melawan hokum,” ungkapnya dalam keterangan pers kepada media ini, Rabu 23 Mei 2024.

Hal tersebut rujukannya adalah bahwa sebuah peraturan tidak dapat dikenakan pada kejadian sebelum peraturan disahkan sesuai dengan asas legalitas.

Pada masalah tersebut pemberlakuan surut bisa diterapkan dalam peraturan kecuali ketentuan pidana dan pembebanan konkret pada masyarakat, namun untuk peraturan yang berlaku surut harus memuat status dari tindakan hukum yang terjadi atau hubungan hukum yang ada dalam tenggang waktu antara tanggal berlaku surut dan tanggal berlakunya peraturan tersebut.

Menutup statemennya Bambang Handoko menyatakan bahwa rasa keprihatinan ini muncul dari semangatnya sebagai advokat yang berupaya agar terjadinya keseimbangan dalam hukum, agar semua pihak dapat menahan diri dengan harapan semuanya dapat mengevaluasi dan mengambil pelajaran dari proses yang sudah ada dengan tentunya  menjaga kondusifitas dalam iklim usaha agar semuanya bisa berjalan dengan baik dan normal.

“Apalagi Provinsi ini tengah menghadapi proses Pemilukada serentak, dikhawatirkan akan memicu isu-isu yang bernuansa politis, keprihatinan saya sama sekali tidak ada unsur politis dan saya bukan kuasa hukum perusahaan tersebut, sekali lagi saya hanya berupaya untuk menyampaikan hal-hal yang bisa membawa dampak kesejukan saja,” tutupnya. (tim)