Murid SDN 2 Sukabumi Bandarlampung Sukses Buat Game Online dan Offline
DL/Bandarlampung/Pendidikan/06022024
---- Fitria, murid
kelas 6 sekolah dasar (SD) atau istilah Gen Z di Bandar Lampung memiliki
kepiawaian di depan komputer karena mampu membuat berbagai macam game online
dan offline dengan aplikasi Unity3D,
dan Construk serta Roblox Studio yang bersifat petualangan,
parkour, edukatif dan bernuansa toleransi.
Di Roblox strudio sudah puluhan game online 3D yang
dibuat oleh Fitria, bahkan sudah berhasil membuat game offline yang bisa dimainkan di android, iOS dan computer dan laptop.
Salah satu diantara game
offline yang viral adalah Lorong
Toleransi Pancasila yang bisa diunduh di playstore android iOS dan perangkat komputer atau laptop.
Bagi yang mau mengunduh langsung juga bisa langsung
menuju website www.fitriakhasanah.com
dan tinggal pilih mau download sesuai
tipe gagdet hp masing masing.
Fitria adalah anak dari pasangan Ken Setiawan dan Eva
Sovia Dona yang kesehariannya seperti anak SD pada umumnya.
Setiap pagi hari dia menyiapkan segala keperluan sekolah
dan aktivitas di rumah dengan ditemani orangtuanya.
Selain piawai membuat dan memainkan game, Fitria juga pandai membuat gambar dan kartun animasi 2D dan
3D, bahkan dibidang olahraga Fitria juga menekuni sepatu roda Aggresif Inline Skate, Freestyle, Speed
dan Urban Style, diajang nasional
sepatu roda juga beberapa kali meraih juara 1 pada katagori usianya.
Fitria memang dikenal sebagai anak yang pendiam dan
jarang berinteraksi dengan teman sebayanya. Namun siapa sangka dibalik wajah
polosnya tersebut ia memiliki kemampuan di atas rata-rata terutama
di dunia digital yang berbasis internet dan olahraga sepatu roda.
Di usianya yang kini duduk di bangku kelas SD, dia sudah menciptakan berbagai macam game online dan offline yang bersifat edukatif dan toleransi.
Anak mantan Teroris
Fitria sejak kecil memang selalu bergulat dengan dunia
toleransi. Ia tumbuh dari seorang ayah dan ibunya yang memiliki latar belakang
mantan pelaku radikal atau masyarakat menyebut mantan teroris, bahkan ayahnya
Fitria bersama para mantan radikalis kini membuat lembaga NII Crisis Center atau pusat rehabilitasi korban NII, karena hampir
semua teroris di Indonesia itu ibu kandungnya adalah gerakan NII.
Fitria termasuk rajin bermain dan mempelajari aplikasi
game hingga mampu menuangkan imajinasinya pada karya game yang dia rancang.
Satu diantara game yang sudah dibuat adalah tentang
petualangan, parkour dan taman toleransi yang dapat diaplikasikan pada dalam
dunia nyata agar sesama manusia, kita saling toleransi walaupun berbeda latar belakang
agama suku dan bahasa.
Bagi yang sudah punya akun game Roblox tinggal cari pakai keyword
toleransi
lalu cari gambar Taman Monas lalu bisa main bersama di game Taman Toleransi.
"Ayah melihat aku sering main game, lalu menyuruh
aku belajar coding biar bakatnya
tersalurkan, terus aku mau. Ternyata belajar coding itu enak dan asyik walaupun awalnya agak susah, jadi ya
udah. Awal mula aku buat game itu
dari hp, lanjut kursus private," jelas Fitria.
Sementara itu, pihak sekolah juga mendukung Fitria untuk
mengembangkan bakatnya.
Para guru juga memintanya terus berkarya dengan terus
belajar sepatu roda dan membuat berbagai macam game untuk anak-anak.
Pihak sekolah juga menanamkan norma atau adab sebagai
landasan agar Fitria dan murid lainnya bijak dalam menggunakan internet.
Kini Fitria terus belajar untuk berprestasi dalam
olahraga sepatu roda dan menggapai cita-citanya menciptakan game online yang edukatif dan menjadi
anak yang membanggakan orang tua, sekolah dan membanggakan Indonesia.
Sementara itu Ken Setiawan orang tua Fitria hanya bisa
mendukung walaupun tidak banyak tahu dunia coding,
menurutnya dulu saat di usia SD dulu dirinya masih main laying-layang, main
gundu dan mandi di sungai, saat ini jaman sudah modern, anak SD sudah bisa
belajar dan menjelajah dunia tanpa batas lewat internet.
Ken Setiawan yang juga menjabat sebagai Kepala Bidang
Pemuda dan Pendidikan Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Provinsi
Lampung hanya bisa mendo’akan dan mendukung aktivitas anaknya, tak lupa juga
mengontrol dan memantau gadget serta komunikasi anak agar tidak salah
pergaulan.
“Ini kan bakat dan kreativitas anak yang positif. Kenapa
gak kita fasilitasi dengan baik. Sebab tidak banyak generasi yang seperti ini.
Ya bukan karena ini anak saya, tetapi ini kebetulan memiliki kelebihan yang
pada dunia digital waktunya tepat.” Ujar Ken.
Untuk itu diua berharap sang anak bisa terus
mengembangkan ilmu dan kemampuannya seoiring dengan bertambahnya usia dan
pergaulan yang semakin luas.
“Tentu kami damping dan awasi serta di kontrol. Karena
ini merupakan disiplin ilmu yang tidak banyak digeluti anak sekarang. Masih
minoritas. Maka semakin beranjak dewasa, tentu cara berfikir dan daya ciptanya
makin bertambah. Itu yang harus di kontrol,” ungkap Ken. (don)
Comments