Dipicu Kematian Joki Cilik di Bima, PP Pordasi dan KPAI Buat Kesepahaman
DL /17032022/Jakarta
----- Mengawali pertemuan, jajaran pengurus PP Pordasi
memperkenalkan diri. Dijelaskan bahwa PP Pordasi menaungi Komisi Peternakan,
Kesehatan dan Registrasi Kuda, Komisi Horse Back Archery (HBA), Komisi Polo,
Komisi Equestrian dan Komisi Pacu, yang terkait dengan isu joki cilik.
Adanya kasus kecelakaan joki cilik pacuan kuda tradisional
membuat PP Pordasi terpanggil. Pasalnya Anggaran Dasar (AD) Pordasi 2020
mengamanatkan agar memberikan kontribusi pada olahraga berkuda tradisional dan
seni budaya. Amanat tersebut tertulis pada pasal 4 ayat (3) AD Pordasi 2020
sebagai berikut; “Meningkatkan prestasi olahraga berkuda di
tingkat nasional, regional, kontinental dan internasional serta berkontribusi
dalam perkembangan olahraga berkuda tradisional dan juga seni-budaya berkuda.”
Memiliki kesamaan tujuan untuk melindungi anak, khususnya
joki cilik, PP.Pordasi mencapai kesepakatan dengan KPAI untuk menandatangani
Nota Kesepahaman (MoU) dalam rangka menyelesaikan permasalahan joki cilik
secara komprehensif.
Dipahami bersama bahwa keberadaan joki cilik bukan bagian
dari eksploitasi anak namun bagian penyaluran minat dan bakat anak, sebagai
media mencari bibit joki nasional bahkan internasional.
Tak hanya itu, pacuan kuda tradisional perlu dilestarikan
mengingat sebagai warisan budaya dan kearifan lokal yang bila dikelola dengan
baik dapat mendorong sektor pariwisata dan menjadi industri olahraga.
“Joki cilik ini tidak boleh menjadi sarana eksploitasi anak,
namun pacuan kuda tradisional yang melibatkan anak-anak harus menjadi sarana
penyalur minat dan bakat usia dini. Kita perlu mencari bibit atlet berprestasi
yang kelak dapat mempersembahkan prestasi untuk Indonesia.,” ujar Triwatty.
Sebagai salah satu anggota Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Pusat, PP Pordasi juga bertanggung jawab pada bibit atlet olahraga prestasi amatir, yang mana dapat diwadahi serta dibina sejak usia dini melalui pacuan kuda tradisional yang melibatkan joki cilik.
Pacuan Kuda Tradisional
Harapannya, pasca berprestasi di tingkat pacuan
tradisional, para joki dapat melanjutkan sebagai atlet olahraga amatir, hingga
tingkat nasional yang dipertandingkan pada Kejuaraan Nasional (Kejurnas), Pekan
Olahraga Nasional (PON) dan bahkan tingkat internasional.
Merujuk pada Peraturan Organisasi (PO) Pordasi, joki pacuan
amatir yang dapat mengikuti Kejurnas haruslah memiliki syarat minimal usia 18
tahun.
“Satu sisi, Pacuan Kuda tradisional harus kita lestarikan.
Ini tidak hanya menjadi sarana penyalur bakat namun juga dapat menjadi nilai
tambah pada sektor pariwisata sehingga masuk kategori Sport Tourism,” sambung
Ketum PP Pordasi pasca kunjungi KPAI.
Kelak, diharapkan lebih banyak sinergitas antar lembaga untuk
menyelesaikan masalah joki cilik. Beberapa yang perlu terlibat seperti
Kementerian PPPA, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi,
Kementerian Pemuda dan Olahraga, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif,
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.
“Ini menjadi tugas dan tanggung jawab bersama bagi
kementerian/lembaga terkait. Kita harus bersama-sama menyelesaikan masalah
atlet cilik, yang tidak hanya terjadi di olahraga berkuda namun cabang olahraga
lainnya. Atlet cilik atau usia dini yang merupakan cikal bakal atlet
profesional ataupun amatir harus dijamin keselamatannya,” sebut Ketum PP Pordasi.
Perpres atau Permen
Dalam kasus joki cilik, diperlukan penyelesaian masalah
secara nasional melalui Perpres/Permen hingga regulasi tingkat daerah dengan
adanya Pergub/Perda.
Baru pada Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Pordasi 2022 pada
Februari lalu, disepakati sub Komisi Pacu, antara lain Sub Komisi Pacu Amatir,
Sub Komisi Pacu Profesional, dan Sub Komisi Pacu Tradisional.
Nantinya, Pacuan Kuda cilik masuk pada Sub Komisi Tradisional
mengingat kegiatan tersebut memang menjadi tradisi di berbagai daerah
Indonesia, seperti NTB, NTT, Jawa, Sumatera dan Sulawesi.
Peraturan Organisasi (PO) akan mengatur agar
penyelenggaraan Pacuan Kuda Tradisional memperhatikan keselamatan dan keamanan
joki sebagaimana absen setiap saat joki cilik mengalami kecelakaan.
Perlindungan anak dari bahaya ini juga menjawab tanggapan Menteri PPPA tentang
kasus kali ini.
Ke depan, Pacuan Kuda Tradisional dapat menjadi wadah
penyaluran minat dan bakat atlet usia dini. Jika penyelenggaraan seluruh pacuan
kuda tradisional merujuk regulasi yang Pordasi tetapkan dalam PO Sub Komisi Tradisional,
keselamatan dan keamanan para joki cilik lebih terjamin.
Keselamatan joki harus diutamakan, karena mereka adalah calon
atau bahkan patriot olahraga bangsa yang berusaha membawa nama baik Indonesia
melalui olahraga.
“Dalam kegiatan Pacuan Kuda, mereka wajib menggunakan
helm pelindung, body protector dan juga sepatu bagi kudanya, sesuai
dengan ketentuan dalam Kesejahteraan Kuda (Horse Welfare), dengan
menjaga arena yang digunakan layak untuk keselamatan kuda khususnya kaki kuda.
Selain itu penonton juga wajib dijamin keselamatannya melalui penertiban agar
tidak ada kejadian penonton masuk ke dalam arena dan tertabrak kuda yang sedang
berpacu,” jelas Triwatty seperti dirilis gerakita.com.
Dalam waktu dekat, Triwatty beserta jajarannya akan melakukan
audiensi dengan Menteri PPPA untuk menyelesaikan masalah kecelakaan joki cilik.
(tim)
Comments