Refleksi Kemerdekaan RI ke- 80, Ken Setiawan: Kita Harus Kritis, Tapi Jangan Sampai Anarkis

DL|Bandarlampung|HUTRI|15082025
---- Peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-80 Republik
Indonesia akan dirayakan pada tanggal 17 Agustus 2025. Tema yang diusung adalah
"Bersatu, Berdaulat, Rakyat Sejahtera, Indonesia Maju". Logo HUT
ke-80 RI menampilkan angka 80 dengan warna merah putih, di mana angka 8 dan 0
saling terhubung, melambangkan persatuan yang tak terputus.
Pendiri Negara Islam Indonesia (NII) Crisis Center, Ken Setiawan yang juga seorang mantan aktifis
radikal NII memiliki makna dan sudut pandang yang berbeda terhadap perayaan
tersebut.
Menurut Ken, moment peringatan kemerdekaan bukan hanya
untuk mengenang perjuangan para pahlawan dan memperkuat rasa nasionalisme.
Namun, sudut pandang ini bisa diperluas dengan melihatnya dari berbagai aspek,
seperti sejarah, filsafat, sosial, hukum, dan spiritual.
Makna kemerdekaan sejati adalah masyarakat warga
negara terbebas dari segala bentuk
sistem perbudakan dan penindasan yang diakibatkan oleh kebijakan yang salah.
Sebagai contoh, kemiskinan bukanlah persoalan biasa,
tetapi akibat dari sistim struktur sosial, ekonomi, dan politik yang tidak
adil.
Ken menyebut dalam sejarah, musuh para nabi itu adalah
para penguasa dan pejabat yang melampaui batas, musuh nabi itu bukan orang
orang yang berbeda agama atau keyakinan, tapi penguasa yang zalim, sebab terhadap
masalah kayakinan, para nabi adalah orang yang sangat toleran.
“Para nabi dalam sejarah itu diutus bukan hanya untuk
mengajak beribadah saja, tapi juga mengajak untuk mengkritik dan melawan
penguasa yang zalim yang sistem kebijakannya menindas rakyat.” Katanya.
Para Nabi itu diutus untuk memerdekakan manusia,
menyerukan keadilan, kesetaraan dan menentang penindasan para penguasa.
Sebagai contoh, Nabi Ibrahim diutus untuk melawan Raja
Namrud, Nabi Musa diutus untuk mengkritik dan melawan Raja Firaun, Nabi Isa
(Yesus) di utus untuk mengkritisi raja herodes dan nabi Muhammad diutus untuk
mengkritik para penguasa Quraisi Mekkah yang zalim.
“Pertanyaanya adalah para Nabi Nabi itu kan saat ini
sudah tiada, apakah saat ini kita perlu Nabi Darurat untuk mencerdaskan
masyarakat dan membuka mata agar mampu membaca dan melihat persoalan yang
terjadi di sekitar kita.” Ungkapnya.
Sebab saat ini yang terjadi adalah para tokoh pengikut
nabi nabi tersebut sibuk bertikai sendiri antar kelompok dengan mengklaim bahwa
dirinyalah yang paling benar dan kelompok lain adalah kelompak yang salah dan
masuk neraka.
Mereka sibuk berdebat sengit dengan hal hal sepele
terkait sejarah masa lalu tapi rata rata mereka diam jika ada kebijakan yang
tidak berpihak pada rakyat, mereka diam ketika ada pejabat yang korupsi dll.
Bahkan mana kafir sering disematkan kepada penganut agama
lain, menjadi legalitas untuk membenci bahkan dibenarkan untuk saling bunuh
yang mengakibatkan kasus intoleransi terjadi dimana mana, padahal kafir sejatinya itu disematkan kepada
para penguasa yang zalim dan melampaui batas dengan menutupi kebenaran demi
kepentingan.
Dihari moment kemerdekaan Ini, Ken Setiawan mengajak
sebagai ajang refleksi untuk kita semua agar bersatu padu dalam perbedaan,
menguatkan kembali semangat persatuan, gotong royong, kebhinekaan, dan
nilai-nilai luhur Pancasila yang menjadi landasan bangsa Indonesia
“Refleksi kemerdekaan bukan hanya kegiatan seremonial,
tetapi juga momentum penting untuk memperkuat identitas bangsa, tanamkan sikap
kritis untuk mengevaluasi supaya dapat tercipta sila kelima dalam Pancasila
yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,” tutup Ken Setiawan. (KS)
Comments