Mafia Tanah makan Korban Lagi Di Lampung Selatan

DL/31052023/Lampung Selatan

----- Dugaan mafia tanah kini sudah merambah sampai ketingkat desa mulai terbukti. Seperti nasib  seorang petani yang bernama Jaenuri (65) warga Dusun 1 Kemangjaya  Rt.001  Rw.001 Desa Bandarejo Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan ini.

Pasalnya, sebidang tanah peladangan miliknya seluas kurang lebih 2.376 M kini sudah atas nama orang lain dan sudah disertifikatkan oleh tetangganya yang berinisial SKT.

Padahal, Jaenuri tidak pernah menjual atau mensertifikatkan tanah tersebut. Akibat kejadian ini, Jaenuri menempuh jalur hukum didampingi kuasa hukumnya Rahmatullah, S.H dan Rekan dari para Advokat atau Penasehat Hukum dan atau Konsultan Hukum dan Assisten Advokad pada kantor hukum Felano, Huwae & Partners Law Firm selanjutnya disebut FHP Law Firm mendatangi Mapolres Lampung Selatan pada, Rabu 31 Mei 2023.

Usai mendatangi Mapolres Lampung Selatan, melalui kuasa hukumnya Rahmatullah, S.H. kepada detiklampung.com menjelaskan, sebidang tanah milik Jaenuri seluas kurang lebih 2.376 M, diduga telah dijual dan dikuasai orang lain. Bahkan tanah tersebut sudah disertifikatkan  atas nama SKT yang merupakan tetangganya sendiri.

Sebelumnya, lanjut Rahmatullah, kliennya sudah pernah memperingatkan SKT bahwa tanah yang digarapnya adalah milik Jaenuri. Namun, peringatan Jaenuri tidak digubris oleh SKT, pada saat itu, Jaenuri tidak mengetahui jika tanah peladangan atau persawahan miliknya sudah dijual dan disertifikatkan atas nama orang lain.

“Klien saya mengetahui kalau tanah peladangan miliknya diduga sudah dijual oleh orang lain bahkan sudah disertifikatkan  pada bulan Maret 2023, kabar itupun Dia dapat dari menantunya yang bernama Deri. Tepatnya pada bulan Ramadhan kemarin. Klien saya kaget karena tidak pernah merasa menjual tanah tersebut tiba-tiba sudah dijual dan dikuasai oleh orang lain,” jelasnya.

Rahmatullah mengatakan, pada kasus ini, pihaknya juga  melaporkan dugaan tindak pidana pemalsuan surat yang dilakukan oleh SE, IW dan SL.

Pasalnya, ketiganya diduga turut serta dalam memuluskan terbitnya sertifikat tanah milik Jaenuri. Guna memperkuat hak kepemilikan atas tanah tersebut, pihak Jaenuri memiliki bukti dan saksi – saksi.

“ Pada kasus ini, saya meminta kepada pihak Kepolisian untuk cross check dan turun langsung ke lokasi agar kasus ini menjadi jelas dan terang. Jika pihak kepolisian tidak turun langsung ke lapangan untuk pembuktiannya sulit, untuk itu pihak Polisi harus turun ke lokasi.” katanya.

Negosiasi

Dalam kasus ini, pihak Jaenuri ingin menyelesaikan secara kekeluargaan dan musyawarah dengan pihak SKT terduga penjual dan pembuat sertifikat tanah milik Jaenuri.

Untuk itu pihaknya sempat mendatangi kantor Desa Bandarejo dengan didampingi kuasa hukumnya dan bebrapa kerabat dekatnya, pada Rabu 31 Mei 2023.

Rombongan Jaenuri diterima langsung oleh kepala Desa Bandarejo Sularto di balai desa setempat. Namun, pada pertemuan tersebut tidak terjadi kesepakatan, justru pihak Jaenuri dan kuasa hukumnya terlibat debat sengit dengan Kades Sularto.

Dalam kasus ini, pihak Kades merasa tidak bersalah dan beralasan tidak tahu menahu perihal tanah milik Jaenuri yang disertifikatkan dan dijual oleh orang lain. Bahkan pada pertemuan itu, Kades Sularto bersikeras jika ingin berdamai atau ada pertemuan seharusnya pihak Jaenuri yang mendatangkan atau membawa serta SKT ke Balai desa, tidak hanya itu, Sularto juga mempersilahkan Jaenuri jika ingin kasus ini dilanjutkan ke ranah hukum.

“Mas tadi lihat dan dengar sendiri, betapa ngototnya pak Kades jika dia tidak merasa bersalah atau tidak tahu menahu persoalan ini. Padahal pada saat SKT mengajukan surat keterangan kepemilikan tanah untuk disertifikatkan, yang tanda tangan kan pak Kades, kok sekarang pihak korban (Jaenuri – Red) yang harus repot memanggil SKT dan yang lainnya ke Kelurahan, padahal Kades punya kewenangan untuk memanggil orang terkait,” jelas Rahmatullah, kepada detiklampung.com usai keluar dari balai desa. (Gun)