Tobat dan Meluruskan Niat, Sejarah Baru Peradaban Olahraga Lampung

Catatan Edi Purwanto – Wartawan Olahraga

BANDARLAMPUNG|27032025|Sport|Mediasenior
---- Ini merupakan sejarah dan lembaran baru dunia olahraga Lampung, yang mulai menunjukkan sebuah kemauan untuk melakukan kritik dan koreksi kepada Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Provinsi Lampung, yang selama ini dianggap “baik-baik” saja.

Berawal dari kegaduhan di dalam organisasi KONI Provinsi Lampung terkait dua kali reshuffle atau pergantian antar waktu (PAW) kepengurusan KONI periode 2023-2027 yang diduga dilakukan diluar mekanisme AD-ART KONI.

Namun kegaduhan itu tampaknya bisa “disiram” dan padam seiring waktu, bahkan berulang untuk jilid 2, dengan “menyingkirkan” 28 orang yang tak tanggung-tanggung beberapa diantaranya adalah Anggota DPRD bahkan kini sebagai Gubernur Terpilih.

Pengurus KONI Lampung, tampak tetap nyaman dan santai, ketika ada reaksi keras dari beberapa pengurus yang mengambil langkah “mengundurkan diri” lantaran kekecewaan dalam organisasi ini terus berjalan dengan kacamata kuda.

Sinyalemen bahwa etika organisasi sudah tidak dipergunakan lagi di sini, maka beberapa ketua dan pengurus cabang olahraga yang nota bene sebagai anggota KONI provinsi Lampung langsung bereaksi keras lalu berhimpun untuk menggalang mosi tidak percaya, yang dikemas dalam permohon untuk segera menggelar Musorprovlub KONI Lampung tahun ini juga.

Teknik yang tersusun rapi dari para pengusung Mosi Tidak Percaya itu tampaknya berhasil menggali kebenaran terkait kabar pengelolaan organisasi KONI Lampung yang makin ugal-ugalan itu.

Surat yang diantar secara elegan ke kantor KONI provinsi Lampung yang sudah lengkap dengan persoalan dasar yang disodorkan yakni beberapa pelanggaran AD-ART KONI Lampung dan sudah ditanda tangani oleh 61 pemilik suara, atau lebih dari 2/3 – dua pertiga total pemilik suara diterima dengan baik melalui mekanisme organisasi KONI Lampung dengan tanda terima dan dokumentasi yang lengkap. Saya termasuk hadir dalam peristiwa itu dalam rangka liputan bersama rekan-rekan media lainnya.

Namun ternyata, bukannya mendapatkan jawaban yang elegan pula dari pengurus atau katakanlah petinggi KONI Lampung, tetapi justru surat cabor itu dikembalikan.

Anehnya para pejabat KONI provinsi Lampung mengembalikannya kepada orang lain, yang bukan salah satu dari pengantar surat tersebut. Artinya, KONI Provinsi Lampung sudah melakukan satu kekeliruan selanjutnya dalam berorganisasi, menyerahkan surat orang lain kepada orang yang tidak berhak.

Jika ingin memanggil cabor untuk berbuka puasa bersama, maka seharusnya 61 cabor itu dipanggil semua. Lalu mengapa hanya 9 atau 11 cabor saja yang dipanggil atau diundang (?)

Dan yang dipanggil justru yang tidak menanda tangani surat mosi. Dan mungkin berharap ini akan dipakai untuk menggugurkan tujuan Margono dan kawan-kawan.

Kenapa tidak dipanggil para seniornya, disana ada Imron Rosadi, Fahrorozi, Edy Samsu, Maktub Jaiz, adalagi Taren Sembiring.

Atau mungkin nama-nama itu juga dipanggil, namun karena hanya tebang pilih, maka mereka tidak berkenan hadir. Ini dianggap sebuah upaya yang memiliki “pesan”. Apalagi yang hadir sebagian besar petinggi pengurus KONI Lampung.

Bagaimana KONI bisa mendapatkan klarifikasi yang sesungguhnya, jika para pengantar surat itu tidak ada yang hadir. Harusnya bisa ditunda atau bagaimana upayanya yang terbaik.

Etika Organisasi

Mohon maaf, dalam tulisan saya ini mencatat perjalanan sebuah surat yang akhirnya “terlunta-lunta” dan sekarang entah dimana surat itu dan dipegang oleh siapa.
Karena setelah dikonfirmasi kepada juru bicara Cabor, Margono Tarmudji, mengaku tidak tahu surat itu dimana sekarang. Meskipun dirinya mendengar suratnya dikembalikan oleh KONI Provinsi Lampung.

KONI Lampung juga secara terbuka merilis bahwa surat tersebut sudah dikembalikan kepada cabor saat mereka mengundang sejumlah pengurus cabor dalam buka puasa bersama di Bandarlampung.

Namun Margono dan kawan-kawan menganggap surat itu tidak kembali, dan tetap berproses sebagaimana mekanisme yang ada pada AD-ART KONI.

Saya mencatat ada mis dari KONI Provinsi Lampung, dalam hal ini dari apa yang disampaikan Wakil Ketua Umum I, Brigjen TNI (Purn) Amalsyah Tarmizi, dimana KONI Lampung tidak memproses surat tersebut secara organisasi yang benar.

Saya sangat sepakat apa yang disampaikan oleh Ketua Umum PBSI Provinsi Lampung, Abdullah Fadri Auli yang merilis bahwa seharusnya KONI Lampung mengagendakan surat tersebut sebagai surat masuk seperti layaknya organisasi yang menerima surat dari pihak luar, lalu membahasnya melalui rapat pimpinan (kalau perlu-red).

Langkah selanjutnya adalah menjawab surat tersebut. Tentang apa isi jawabannya juga harus disertai argumentasi yang benar dan faktual. Berikut saya nukil pernyataan Abdullah Fadri di media.
“Layaknya sebuah organisasi besar. Jika ada surat masuk, seharusnya dibukukan dan dicatat, diberikan tanda terima. Karena tujuannya jelas kepada Ketua Umum KONI provinsi Lampung. Kemudian, jika dirasakan atau dianggap itu salah alamat, maka diberikan balasan kepada pengirimnya, bahwa suratnya salah alamat dan seterusnya. Jadi bukan dikembalikan,” kata AFA ditemui awak media di kediamannya, Kamis 20 Maret 2025.

Bahkan yang bertanda tangan di surat itu termasuk salah satunya tokoh olahraga Lampung, Imron Rosadi, “pahlawan” Angkat Besi dan Angkat Berat Lampung, Fahrorozi anggota DPRD Provinsi Lampung, Ampian Bustami ketum KONI Kota Metro dan beberapa ketua KONI Kabupaten lainnya. Sama sekali tidak ditengok lagi.

Alamatnya Benar

Dalam catatan saya, secara mekanisme demokrasi sudah dijalankan oleh Margono dan kawan-kawan. Saat ini cabor berani bersuara lantang dan berdasarkan fakta, tidak serampangan.
KONI Lampung memiliki seorang Ketua Umum, yang secara organisasi bertanggungjawab penuh atas jalannya roda organisasi dengan alasan apapun itu. Apakah organisasinya dikendalikan oleh Ketua Harian, Sekretaris Umum atau pengurus lainnya. Secara aturan organisasi, maka yang bertanggungjawab adalah Ketua Umum.

Maka mungkin dari itu alasannya para pengusung surat Mosi itu menunjuk alamatnya adalah Ketua Umum KONI Provinsi Lampung, yakni Arinal Djunaidi, bukan yang lain.

Menurut saya ini sudah benar, karena suratnya ditujukan kepada orang yang memang secara aturan bertanggungjawab atas organisasi ini. Masalah nanti dalam perjalanan membuktikan, ternyata beliau tidak tahu menahu, itu hal berbeda. Tetapi tujuan surat itu sudah benar, bahkan perihalnya juga sudah sesuai dengan mekanisme AD ART KONI.

Tetapi yang disikapi oleh para pejabat KONI Lampung ternyata bukan substansi suratnya, namun mekanisme Mosi yang dikedepankan, seperti dirilis oleh KONI Lampung melalui Wakil Ketua Umum I, bahwa KONI tidak ada Mekanisme Mosi Tidak Percaya. Dengan dasar ini, kemudian suratnya dikembalikan saat berbuka puasa bersama itu tadi.

Nah jujur saja, saya juga menjadi geli melihat ini. Tanpa mengurangi rasa hormat, mungkin harus dijelaskan juga apakah KONI Lampung memiliki aturan tersendiri dalam tata kelola surat menyurat?

Memang ada mekanisme di KONI Provinsi Lampung “Mengembalikan Surat yang dikirim ke KONI Lampung, meski alamat dan tujuannya sudah benar” (?).

Demokrasi

Menurut saya, KONI Lampung adalah sebuah organisasi olahraga yang secara jelas menganut sportivitas tinggi dalam pengelolaannya seperti “jiwa” dari olahraga adalah sportif.

Menurut pandangan saya sebagai jurnalis olahraga, rasanya akan sangat elok bagi KONI Lampung saat menerima surat tersebut tidak dengan emosi. Sehingga mendorong-dorong mosi sebagai sebuah hal utama pada surat itu, tanpa membaca dan mengkajinya terlebih dahulu.

Contoh: Soal reshuffle. Yang ini sudah diperingatkan dengan keras oleh salah satu Penasehat KONI Lampung, H. Ardiansyah beberapa waktu lalu, bahwa KONI Lampung agar memakai pola yang benar dalam berorganisasi. Tetapi masih tetap diulang lagi. Peringatan Ardiansyah dianggap angin lalu atau sudah dibahas tersendiri (?).

Nah ini yang harus dijawab dan dijelaskan kepada pengusung surat itu secara elegan, termasuk jika berkembang apakah yang terkena PAW itu sudah dikonfirmasikan kepada nama-nama yang di PAW dan apa alasannya di PAW dan sebagainya.

Dan semua yang ditulis sebagai penyebab timbulnya mosi tidak percaya harus dijawab dengan elegan juga, sehingga mencerminkan sebuah organisasi besar yang dikelola dengan elegan.

KONI Lampung sebaiknya jangan anti kritik, dan menggelar organisasi dengan demokratis. Ini jaman keterbukaan. Jejak Digital tidak bisa dihilangkan sedemikian mudah, dan terus akan membekas.

KONI Lampung bukanlah lembaga absolut yang bisa dengan seenaknya memperlakukan mitranya, anggotanya yaitu para pengurus cabor secara semena-mena. KONI seharusnya lebih humanis, karena tanpa cabang olahraga, KONI itu tidak akan berarti apa-apa.

Saran saya, jangan teruskan cara mengelola organisasi seperti ini. Kalau mau dihargai, maka kita harus menghargai orang lain. Kalau mau dianggap, maka kita harus menganggap orang lain. Sepertinya ada kalimat bijak: setia Orang ada masanya, dan setiap masa ada orangnya.

Kesimpulan

Antara KONI dan cabor secara kedudukan adalah mitra sejajar. Anggaran Pemprov tidak akan diberikan kepada KONI, namun diberikan kepada Cabor. Jadi ini harus dimengerti dengan proporsional, jangan terlalu jauh melencengnya, syukur tidak melenceng.

Benar, KONI memiliki tugas dan kewajiban untuk mengelola dan mensupervisi program dan anggaran cabang olahraga, tetapi bukan berarti cabor tidak punya hak untuk menyuarakan pendapatnya.

Saran saya lagi, seharusnya KONI dijalankan dengan amanah. Jika terjadi perbedaan maka harus dilakukan tindakan persuasif, bukan malah dimusuhi atau diambil langkah secara represif. Salah besar ini.

Lalu kepada para pengurus KONI yang lain juga harus berani bersuara. Kalau memang tindakan yang dilakukan para pimpinan itu patut diduga melanggar AD ART ya harus berani mengingatkan, jangan diam saja atau malah mendukung.

Saya pernah melakukan ini, saat rapat pleno KONI Lampung yang membahas terkait boleh dan tidak bolehnya seorang gubernur menjabat sebagai ketua umum KONI. Saat itu, Pak Syahroedin ZP mundur karena ada peraturan pemerintah yang mengisyaratkan bahwa pejabat publik tidak boleh menjabat sebagai ketua umum KONI.

Namun, pada rapat itu pengurus tetap mencalonkan Gubernur Ridho Ficardo sebagai calon ketua umum. Dari 45-an pengurus KONI saat itu, yang tidak sepakat dan mentang keras hanya Almarhum bang Suttan Syahrir, Jolly Sanggam dan saya.

Bagi kami, aturan adalah pembatasan etika. Dan meskipun tidak ada sanksi yang jelas dalam peraturan pemerintah itu, kami bertiga tetap berkeyakinan bahwa etika harus dijunjung tinggi.

Namun kami kalah banyak suara, dan akhirnya tetap diputuskan Ridho Ficardo ketum KONI, dan kami dibuang dari kepengurusan selanjutnya. Bagi saya tidak ada persoalan, karena saya sudah bersuara menurut aturan. Dan pada era itu, Lampung berada di peringkat 15 pada PON Jawa Barat, 2016.

Kesimpulan, bahwa dinamika sebenarnya bisa diatasi sejak awal, jika KONI Lampung tidak egois dan menganggap cabang olahraga adalah mitra kerjanya bukan lawannya.
Dinamika sudah berjalan dan tentu sekarang sudah tanggung di tengah jalan. Dan tinggal menghitung hari saja untuk proses Musorprovlub itu bisa berjalan.

Karena terhitung 30 hari setelah surat itu diserahkan ke KONI Lampung, maka kewajiban KONI Lampung adalah menggelar Musorprov. Jika tidak bisa, maka cabang olahraga tentu punya kapasitas untuk menggelar Musorprov ini.

Dengan meluruskan niat bersama demi kemajuan pembinaan olahraga Lampung ke depan dan perbaikan system pengelolaan organisasi KONI Provinsi Lampung yang akan datang, maka semua pihak harus mulai berfikir bahwa bersatu kita teguh, bercerai kita akan runtuh.

Saya berharap ini adalah saat yang baik untuk melakukan konsolidasi. Siapapun dia, kalau memang faktanya salah yaa harus dengan besar hati mengaku salah dan minta maaf. Lalu berjanji tidak akan mengulanginya.

Saya juga mohon maaf kepada guru saya dan senior saya, pak Imron Rosadi, yang sudah kecewa dengan tanggapan KONI yang demikian tidak lagi melihat eksistensi beliau. Semoga pak Imron bisa memaafkannya.

Dalam momentum bulan yang agung bagi ummat Islam, bulan Ramadhan, selamat berpuasa

dan sebentar lagi Idul Fitri 1446 Hijriyah, saya secara pribadi dan keluarga mohon maaf lahir dan bathin kepada seluruh masyarakat olahraga Lampung.

Mosi itu bukan eMosi. Marah itu bukan jalan keluar yang terarah. Membuka jalan itu **